S e l a m a t D a t a n g P a r a T a m u T a k D i U n d a n g !!!!

HADIST


UNSUR – UNSUR POKOK HADIST
1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam studi hadist persoalan sanad, matan dan rowi merupakan tiga unsur yang sangat penting yang menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadist sebagai sumber otoritas ajaran Nabi Muhammad SAW. Ketiga unsur tersebut begitu penting artinya, dan antara yang satu dengan yang lain saling berkait erat, sehingga kekosongan sala satunya akan berpengaruh, da bahkan merusak eksistensi suatu hadist.
Karena suatu sumber ajaran berurusan dengan ketiga unsur tersebut, disamping juga persoalan detailnya seperti : dari siapa sesungguhnya ia diterima, siapa yang membawanya sehingga terhubung kepada Nabi Muhammad SAW; juga mengenai keaslian sumber (sanad, matan dan rowi) yang telah dibawanya itu. Setelah membandingkan proporsi atau pemikiran, dilanjutkan dengan melihat ada atau tidak adanya bukti pendukungannyauntuk kemudian menilai benar atau tidaknya proporsi itu. 
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1                  Apa yang dimaksud dengan Sanad ?
1.2.2                  Apa yang dimaksud dengan Matan ?
1.2.3                  Apa yang dimaksud dengan Rawi dan apa syarat – syarat Rawi ?
1.3  Tujuan
1.3.1                  mengetahui definisi Sanad
1.3.2                  Mengetahui definisi Matan
1.3.3                  Mengetahui definisi Rawi dan Syarat - syaratnya





UNSUR-UNSUR POKOK HADITS
2.1  SANAD
Kata Sanad menurut Etimologi adalah sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Dikatakan demikian, karena setiap hadits selalu bersandar kepadanya.

المعتمد ,وسمي كدلك لان الحدين يستند اليه ويعتمد عليه
Artinya : “Sanad berarti pegangan, dikatakan demikian karena hadits disandarkan kepadanya”

Adapun tentang arti sanad menurut Terminologi, terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-Badra bin Jama’ah dan At-Tiby mengatakan bahwa Sanad adalah :

الإخبارعنطريقاالمتن
Artinya :  “Berita tentang jalan matan”

Sebagian ulama ada yang mendefinisasikan :

سلسلة الرجال المو صلة للمتن
Artinya : “Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadits), yang menyampaikannya pada matan hadits.”

Ada juga ulama yang mendifinisasikan

سلسلة الرواة الذين نقلوا المتن عن مصدره ا لاول
Artinya : “Silsilah para perawi yang menukilkan hadits dan sumbernya yang pertama”

Yang berkaitan dengan sanad, adalah kata-kata, seperti Al-Isnad, Al-Musnid dan Al-Musnad. Kata-kata ini secara terminology mempunyai arti yang cukup luas, sebagaimana yang dikembangkan oleh para ulama.
Kata Al-Isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal), dan mengangkat. Maksudnya ialah menyandarkan hadits kepada orang yang mengatakannya. Menurut At-Tiby, “kata Al-Isnad dan As-Sanad digunakan oleh para ahli dengan pengertian yang sama.”
Kata Al Musnad mempunyai beberapa arti, bisa berarti hadits yang disandarkan atau diisnatkan oleh seseorang, bias berarti kumpulan hadits yang diriwayatkan dengan menyebutkan Sanad secara lengkap. Seperti Musnad Al-Firdaus, bisa berarti nama kitab yang menghimpun hadits-hadits dengan system penyusunan berdasarkan nama-nama para sahabat dan para perawi hadits. Seperti kitab Musnad Ahmad, tetapi bisa juga berarti nama bagi hadits yang marfu’ dan Muttasil yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.


2.2  MATAN
Kata Matan menurut etimologi berarti tanah yang meninggi.
ماصلب و ال تفع من الارض
Artinya :  Suatu yang keras dan terangkat dari bumi

Sedangkan menurut Terminologi, Matan berarti :

ماينتهن اليه السندمن الكلام
Artinya : Suatu kalimat tempat berakhirnya Sanad

Sebagian ulama ada yang mendefinisasikan :

الفانا الحديت الت تتقو م بها معا نيه
Artinya : Lafal-lafal hadits yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu

Semua pengertian diatas baik etimologi maupun terminology, menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan matan ialah materi hadits, lafal hadits, isi hadits itu sendiri.
Kriteria kesahihan matan hadist menurut muhaddistin sangat beragam. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan latar belakang, keahlian alat bantu, dan persoalan, serta masyarakat yang dihadapi oleh mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Al-Khatib Al-Bagdadi (463 H/1072 M), bahwa suatu matanhadist dapat dinyatakan diterima sebagai matan hadist yang sahih apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1.      Tidak bertentangan dengan akal sehat
2.      Tidak bertentangan dengan hukum Al qur’an yang telah muhkam (tetap)
3.      Tidak bertentangan dengan hadist mutawatir
4.      Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakata para ulama masa lalu (salaf)
5.      Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti
6.      Tidak bertentangan dengan hadist ahad yang kualitas kesahihannya lebih kuat.
Tolok ulkur yang dikemukakan di atas, hendaknya tidak satupun matan hadist yang bertentangan dengannya, sekiranya ada maka matan hadist tersebut tidak dapat dikatakan matan hadist yang sahih.

2.3  RAWI
Kata Rawi atau Arrowi berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadits (naqil al-hadits)
Sebenarnya, Sanad dan Rawi itu merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Sanad hadits pada tiap-tiap Fabaqohnya juga disebut Rowi, jika yang dimaksud dengan rowi adalah orang yang meriwayatkan hadits dan memindahkan hadits. Akan tetapi, yang membedakan antara Rowi dan Sanad terletak pada pembukuan atau pen-tadwin-an hadits. Orang yang menerima hadits dan kemudian menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin disebut perowi. Dengan demikian perawi dapat disebut Mudawwin (orang yang membukukan dan menghimpun hadits)
Untuk lebih jelasnya tentang perbedaan antara sanad, rawi dan matan, perhatikan contoh hadits dibawah ini :

حدعنا محمدبن معمربن ربعى القيس حت عنا ابوهسام المحرمي عنه عبدالواحد  وهوابن رياد حرعناعشم ن بن حكيم حدعنامحمدابن المنكدرعن عمران عن عشمن بن عفان قال رسول الله صل الله عليه وسلم من تو ضأ فأحسن الوضوءَ خرجت خطا يا ه منْ جسده حتى تخرج من تحت اظغارِ هِ          ( رواه مسلم)
Artinya : “Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’I Al-Qaisi, katanya telah menceritakan kepadaku Abu Hisyam Al Mahaimi dari Abu AL Wahib, yaitu ibunu Ziyad, katanya telah menceriakan kepadaku Usman bin hakim, katanya telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mukadir, dari Amran, dari Usman bin Afan R.A. ia berkatabarang siapa yang berwudhu dengan sempurna (sebaik-baiknya wudhu), keluarlah dosa-dosanya dari seluruh badannya, bahkan dari bawah kukunya.” (HR. Muslim)

Dari nama Muhammad bin Ma’mur bin Rabi’il Al Qaisi sampai dengan Usman bin Affan R.A adalah sanad hadits tersebut. Mulainya kata man tawaddha sampai dengan kata tahta az farih adalah matannya, sedangkan imam muslim yang dicatat diujung hadits adalah perawinya, yang juga disebut Mudawwin.

2.3.1   Syarat-syarat Rawi
Syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi oleh rowi agar riwayatnya dapat diterima adalah berakal cakap, adil, dan terutama beragama islam. Apabila seorang perowi tidak memenuhi seluruh/sebagian predikat itu, maka riwayatnya dapat ditolak atau haditsnya tidak akan dipakai.
Menurut para ahli, syarat berakal itu identik dengan kemampuan seseorang untuk membedakan. Sedang perowi harus mengenai batas usia yang pantas bagi seseorang untuk menceritakan hadits. Ada yang mengatakan 15 tahun dan ada juga yang mengatakan 13 tahun. Menurut jumhur ulama, dibawah usia tersebut seseorang boleh mendengarkan dan meceritakan hadits. Kecermatan seorang perawi bisa dikenali jika hadits yang dia riwayatkan oleh orang-orang yang dikenal terpercaya, cermat, dan teliti.
Perowi harus adil ialah harus bersikap konsisten dan berkomitmen tinggi terhadap urusan agama, yang bebas dari setiap kefasikan dan hal-hal yang dapat merusak kepribadian. Para ulama membedakan adilnya seorang rawi dengan bersihnya seorang saksi, jika masalah kebersihan baru dapat diterima dengan persaksian dua orang, tentang keadilan cukup disaksikan oleh seorang saja. Sesungguhnya, sifat adil hanya bisa diketahui dengan memperhatikan dan mengamati segala perbuatan dan tindakan.
Ulama hadist sampai abad ke-3 H belum memberikan definisi kesahihan hadist secara jelas. Imam Al – Syafi’I-lah yang pertama mengemukakan penjelas yang konkret dan terurai tentang riwayat hadist yang dapat dijadikan Hujjah (dalil). Kriteria kesahihan Sanad yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i, dipegangi oleh muhaddistin  berikutnya, sehingga beliau dikenal sebagai Bapak Hadist. Namun, dibeberapa tempat termasuk Indonesia, Al- Bukhori dan Muslim yang dikenal sebagai Bapak Hadist, padahal mereka tidak mengemukakan kriteria definisi kesahihan hadist secara jelas. Mereka hanya memberikan petunjuk umum tentang kriteria hadis yang sahih.
Petunjuk dan penjelasan – penjelasan umum yang dikemukakannya kemudian diteliti dan dianalisis oleh para ulama. Dari hasilpenelitian tersebut juga ditemukan perbedaan yang prinsip diantara keduanya tentang kriteria kesahihan hadist di samping persamaannya.Perbedaan antara Bukhori dan Muslim terletak masalah pertemuan antara perawi dengan perawi yang terdekat dalam Sanad.
DAFTAR PUSTAKA
As-Shalih, Subhi, 2007. Membahas Ilmu-ilmu hadis. Jakarta : Pustaka Firdaus
Bustamin, 2004. Metodologi Kritik Hadist. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Mahmud, Atthohan, Taisir Mushtholahal Hadist. Surabaya : Al Hidayah
Mudasir , H. 2008. Ilmu Hadist. Bandung : Pusaka Setia
Soebahar, Erfan, 2003. Menguak Fakta Keabsahan As-sunah. Jakarta : Prenada Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih Atas Partisipasinya