S e l a m a t D a t a n g P a r a T a m u T a k D i U n d a n g !!!!

Urgensi KTSP

URGENSI KTSP
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perlu adanya proses untuk menjadi maju, salah satu proses tersebut adalah dengan mencerdaskan anak bangsa. Dengan pendidikan yang bermutu atau berkualitas benarlah yang dapat meningkatkan kecerdasan anak bangsa. Dari zaman ke zaman system kurikulum pendidikan yang ada Indonesia selalu ada perubahan demi mencerdaskan anak bangsa. Salah satu system kurikulum yang baru saat ini adalah sistem KTSP (Kurikulum Tingkat satuan pendidikan). Namun kurikulum ini belum dilaksanakan, karena adanya masalah-masalah yang terjadi. Disini kami akan membahas masalah-masalah tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam latar belakang di atas dapat diketahui masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain sebagai berikut :
1.2.1 Apakah pengertian KTSP itu ?
1.2.2 Apa landasan hukum KTSP ?
1.2.3 Bagaimanakah prinsip pengembangan KTSP ?
1.2.4 Bagaimanakah penerapan KTSP di sekolah ?

1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dalam penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut :
1.3.1 Mengetahui pengertian KTSP
1.3.2 Mengetahui landasan hukum KTSP
1.3.3 Mengetahui prinsip pengembangan KTSP
1.3.4 Mengetahui penerapan KTSP di sekolah

URGENSI KTSP
2.1 Pengertian KTSP
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.
2.2 Landasan Hukum KTSP
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Standar Isi, SI mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.
Standar Kompetensi Lulusan, SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.
Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian.
Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP.
Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Landasannya antara lain, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
2.3 Prinsip Pengembangan KTSP
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah :
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
 Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
 Beragam dan terpadu
 Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
 Relevan dengan kebutuhan kehidupan
 Menyeluruh dan berkesinambungan
 Belajar sepanjang hayat
 Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
2.4 Penerapan KTSP Di Sekolah
KTSP sulit dilaksanakan, sebagai contoh di daerah Bandung, Jawa Barat. Kepala sekolah SMAN 12 Bandung menyatakan sekolahnya mengalami keterbatasan guru di sekolah dalam menerjemahkan KTSP menjadi salah satu alasan penundaan penerapan di SMAN 12 Bandung. Tidak semua guru mampu membuat kurikulum, butuh keahlian khusus," kata Hartono.
Sekjen Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Iwan Hermawan di sela-sela diskusi mengenai KTSP yang berlangsung di SMAN 12 Bandung, belum lama ini mengemukakan, deklarasi penggunaan kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun ajaran 2006/2007 yang dilakukan Disdik Provinsi Jawa Barat beberapa waktu lalu, pada kenyataannya di lapangan belum ada satu sekolah pun yang benar-benar mengimplementasikan KTSP sesuai standar isi yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Solusi dari permasalahan yang dihadapi di dalam menerapkan KTSP, antara lain :
 Membuat sejumlah pelatihan dan aktivitas lainnya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam membuat kurikulum sesuai dengan standar isi yang ada.
 Menerapkan KTSP secara bertahap
 Mengadakan Workshop KTSP.  

Organisasi Dan Program BK

ORGANISASI DAN PROGRAM BK DISEKOLAH
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini keberadaan layanan BK disekolah sudah tampak lebih baik apabila dibanding dengan masa sebelumnya. Pengakuan kearah pelayanan BK atau konseling sebagai suatu profesi sudah semakin mengkristal terutama dari pemerintah dan kalangan profesi lainnya. Meskipun demikian, masih adanya persepsi negative tentang BK terutama tentang keberadaannya disekolah dan madrasah dari para guru mata pelajaran, sebagian pengawas, kepala sekolah dan madrasah, para siswa, orang tua siswa bahkan dari guru BK itu sendiri.
Dalam perspektif pendidikan nasional, Bimbingan dan Konseling merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan di sekolah, yang bertujuan untuk membantu para siswa agar dapat mengembangkan dirinya secara optimal dan memperoleh kemandirian. Keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling setidaknya harus di dukung oleh Semua stakeholder yang ada di sekolah, dalam artian harus ada kegiatan kerja sama antar penghuni sekolah agar semua program yang telah di susun dapat di laksanakan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas terdapat beberapa rumusan masalah yang harus dibahas, antara lain sebagai berikut :
1.2.1 Apakah pengertian organisasi dan program BK di sekolah ?
1.2.2 Bagaimanakah struktur organisasi dan pengorganisasian BK di sekolah ?
1.2.3 Bagaimanakah program BK di sekolah ?
1.3 TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut :
1.3.1 Mengetahui pengertian organisasi dan program BK di sekolah
1.3.2 Mengetahui struktur organisasi dan pengorganisasian BK di sekolah
1.3.3 Mengetahui program BK di sekolah
ORGANISASI DAN PROGRAM BK DISEKOLAH

2.1 Pengertian Organisasi Dan Program Bk Di Sekolah
Hal pertama yang kita perlukan dalam studi tentang organisasi adalah definisi tentang apa yang di maksud dengan suatu organisasi. James L. Gibson c.s menyatakan bahwa “Organisasi-organisasi merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin di laksanakan oleh individu-individu yang bertindak secara sendiri“.
Menurut Winardi Organisasi adalah merupakan sebuah sistem yang terdiri dari aneka macam elemen atau subsistem, di antara mana subsistem manusia mungkin merupakan subsistem terpenting, dan di mana terlihat bahwa masing-masing subsistem saling berinteraksi dalam upaya mencapai sasaran-sasaran atau tujuan-tujuan organisasi yang bersangkutan. Organisasi adalah wadah yang memungkinakan masyarat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat di capai oleh individu secara sendiri-sendiri. Organisasi merupakan suatu unit terkoordinasi yang terdiri setidaknya dua orang, berfungsi mencapai satu sasaran tertentu atau serangkain sasaran .
Pengorganisasian dalam Bimbingan dan konseling berarti suatu bentuk kegiatan yang mengatur kerja, prosedur kerja, dan pola kerja atau mekanisme kerja kegiatan bimbingan dan konseling. Maka oleh karena itu pihak manajemen perlu menetapkan tugas-tugas apa yang perlu di laksanakan, siapa yang harus melaksanakannya, dan siapa yang akan mengambil keputusan keputusan tentang tugas itu. Dalam pelaksanaannya, banyak kondisi mempengaruhi bagaimana pengorganisasian itu di laksanakan.
Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981) program bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri.


2.2 Struktur Organisasi dan Pengorganisasian BK Di Sekolah
Personil yang dapat berperan dalam pelayanan bimbingan dan konseling terentang secara vertikal dan horizontal. Pada umumnya dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. Personil pada Kantor Dinas Pendidikan, yang bertugas melakukan pengawasan (penyeliaan) dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di satuan pendidikan.
b. Kepala Sekolah, sebagai penanggung jawab program pendidikan secara menyeluruh (termasuk di dalamnya program bimbingan dan konseling) di satuan pendidikan masing-masing.
c. Guru Pembimbing atau Guru Kelas, sebagai petugas utama dan tenaga inti dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
d. Guru-guru lain, (guru mata pelajaran Guru Praktik) serta wali kelas, sebagai penanggung jawab dan tenaga ahli dalam mata pelajaran, program latihan atau kelas masing-masing.
e. Orang tua, sebagai penanggung jawab utama peserta didik dalam arti yang seluas-luasnya.
f. Ahli-ahli lain, dalam bidang non bimbingan dan nonpelajaran/ latihan (seperti dokter, psikolog, psikiater) sebagai subjek alih tangan kasus.
g. Sesama peserta didik, sebagai kelompok subyek yang potensial untuk diselenggarakannya “bimbingan sebaya” Untuk setiap personil yang diidentifikasikan itu ditetapkan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing yang terkait langsung secara keseluruhan organisasi pelayanan bimbingan dan konseling.
Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan tanggung jawab kepala sekolah. Program bimbingan di sekolah merupakan bagian yang terintegrasi dengan seluruh kegiatan pendidikan. kepala sekolah berperan langsung sebagai koordinator bimbingan dan berwenang untuk menentukan garis kebijaksanaan bimbingan, sedangkan konselor merupakan pembantu kepala sekolah yang bertanggung jawab kepada kepala sekolah.
Struktur organisasi pelayanan bimbingan dan konseling pada setiap satuan pendidikan tidak pasti sama. Masing-masing disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan yang bersangkutan. Meskipun demikian, struktur organisasi pada setiap satuan pendidikan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Menyeluruh, yaitu mencakup unsur-unsur penting yang terlibat di dalam sebuah satuan pendidikan yang ditujukan bagi optimalnya bimbingan dan konseling.
b. Sederhana, maksudnya dalam pengambilan keputusan/kebijaksanaan jarak antara pengambil kebijakan dengan pelaksananya tidak terlampau panjang. Keputusan dapat dengan cepat diambil tetapi dengan pertimbangan yang cermat, dan pelaksanaan layanan/ kegiatan bimbingan dan konseling terhindar dari urusan birokrasi yang tidak perlu.
c. Luwes dan terbuka, sehingga mudah menerima masukan dan upaya pengembangan yang berguna bagi pelaksanaan dan tugas-tugas organisasi, yang semuanya itu bermuara pada kepentingan seluruh peserta didik.
d. Menjamin berlangsungnya kerja sama, sehingga semua unsur dapat saling menunjang dan semua upaya serta sumber dapat dikoordinasikan demi kelancaran dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling untuk kepentinga peserta didik.
e. Menjamin terlaksananya pengawasan, penilaian dan upaya tindak lanjut, sehingga perencanaan pelaksanaan dan penilaian program bimbingan dan konseling yang berkualitas dapat terus dilakukan. Pengawasan dan penilaian hendaknya dapat berlangsung secara vertikal (dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas), dan secara horizontal (penilaian sejawat).

2.3 Program BK Di Sekolah
Pelayanan BK disekolah dan madrasah terlaksana melalui sejumlah kegiatan bimbingan. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan melalui suatu program bimbingan. Secara umum program bimbingan merupakan suatu rancangan atau rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Dalam rencana program BK disekolah, harus melibatkan beberapa pihak yang terkait, seperti kepala sekolah, guru BK, para guru, tenaga administrasi, orang tua siswa, komite sekolah dan tokoh masyarakat.
Dalam perencanaan program BK disekolah perlu dilakukan dan dipersiapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Studi kelayakan
Studi kelayakan merupakan refleksi tentang alasan-alasan mengapa diperlukan suatu program bimbingan dan juga perlu dilakukan untuk melihat program mana yang lebih layak untuk dilaksanakan dalam bentuk layanan bimbingan terhadap siswa. Studi kelayakan dapat diadakan oleh pimpinan sekolah dengan mengundang beberapa ahli bimbingan. Dapat pula dilaksanakan oleh seorang guru BK yang sudah berpengalaman dilembaga yang bersangkutan.
b. Penyusunan program bimbingan
Penyusunan program bimbingan dapat dikerjakan oleh tenaga ahli atau guru BK disekolah dengan melibatkan tenaga bimbingan yang lain. Penyusunan program BK harus merujuk kepada kebutuhan sekolah secara umum dan lingkup layanan BK disekolah.
a. Penyediaan sarana fisik dan teknis
b. Penentuan sarana personil dan pembagian tugas
c. Kegiatan-kegiatan penunjang
Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) menyatakan bahwa program bimbingan yang disusun dengan baik dan rinci akan memberikan banyak keuntungan, seperti:
a. Memungkinkan para petugas menghemat waktu, usaha, biaya, dengan menghindari kesalahan-kesalahan, dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan.
b. Memungkinkan siswa untuk mendapatkan layanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam hal kesempatan, ataupun dalam jenis layanan bimbingan yang diperlukan.
c. Memungkinkan setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui bagaimana dan di mana mereka harus melakukan upaya secara tetap; dan
d. Memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kemajuannya sendiri dan untuk kepentingan siswa dibimbingnya.
Variasi Program Bimbingan menurut Jenjang pendidikan, Winkel (1991) memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program bimbingan di tingkat pendidikan tertentu, yaitu:
a. Menyusun tujuan jenjang pendidikan tertentu, seperti yang telah dirumuskan.
b. Menyusun tugas-tugas perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap perkembangan tertentu.
c. Menyusun pola dasar yang dipedomani dalam memberikan layanan.
d. Menentukan komponen-komponen bimbingan yang diprioritaskan.
e. Menentukan bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamakan.
f. Menentukan tenaga-tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan, misalkan konselor, guru atau tenaga ahli lainnya.

THAREQOT QODIRIYAH WA NAQSABANDIYAH

1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan beragama khususnya agama islam, yang dicari oleh umat manusia adalah agar mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Dalam rangka mendapatkan kebahagiaan tersebut manusia harus selalu bertaqwa kepada Alloh SWT, menjalankan semua perintahnya dan menjajui semua yang dilarang-Nya. Manusia senantiasa selalu berdo’a kepada Alloh SWT agar semua yang menjadi hajatnya dikabulkan.
Beribadah atau berdo’a manusia harus dekat dengan Alloh SWT, agar apa yang di hajatkan bisa terkabulkan. Manusia harus memiliki jalan untuk dilewati agar bisa dekat dengan Alloh SWT. Untuk itu manusia dituntut supaya mendekatkan diri kepada Alloh SWT dengan cara yang sesuai dengan jalan yang dilewatinya. Dalam penyusunan makalah ini penulis akan membahas jalan yang dilewati itu, yang disebut dengan thoreqot. Dalam hal ini penulis telah meneliti thoreqot yang ada di PP. Darul Ulil Albab desa Kelutan, Ngronggot, Nganjuk.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam penuyusunan maklalah ini ada beberapa masalah yang harus dibahas dalam makalah ini, antara lain sebagai berikut :
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan thareqot ?
1.2.2 Apakah amalan-amalan para ahli thareqot qodiriyah wa naqsabandiyah?
1.2.3 Bagaimanakah silsilah kemursyidan thareqot qodiriyah wa naqsabandiyah ?
1.2.4 Bagaimanakah pokok-pokok ajaran thareqot qodiriyah wa naqsabandiyah ?
1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Mengetahui pengertian thareqot
1.3.2 Mengetahui amalan-amalan thareqot qodiriyah wa naqsabandiyah
1.3.3 Mengetahui silsilah kemursyidan thareqot qodiriyah wa naqsabandiyah
1.3.4 Mengetahui pokok-pokok ajaran thareqot qodiriyah wa naqsabandiyah

PEMBAHASAN
2.1. Pengenalan Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah
Menurut Harun Nasution toriqot adalah jalan yang harus ditempuh seseorang murid agar sedekat mungkin dengan Tuhan di bawah bimbingan seorang Mursyid. Tareqot mencoba member rasa aman dan kesejahteraan di kehidupan akhirat kepada para pengikutnya, setelah mereka merasa bahwa kehidupan mereka di dunia sudah mendekati akhir.Di samping itu tareqot berusaha membuka pintu surga bagi public. Tareqot adalah jalan untuk memastikan kesamaan peliang untuk masuk surge bagi semua lapisan masyarakat, baik yang alim, awam, kaya ataupun miskin.
Ruh sebelum masuk ke tubuh memang suci, tetapi setelah bersatu dengan tubuh sering kali menjadi kotor karena digoda hawa nafsu. Maka agar dapat mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Suci, uh manusia harus terlebih dahulu disucikan. Sufi-sufi besar kemudian merintis jalan sebagai media untuk penyucian jiwa yang dikenal dengan nama tareqot (jalan).
Tareqot adalah jalan yang harus ditempuh para sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal pdari syari’at, sebab jaln utama disebut Syar sedang anak jalanan disebut Thariq. Kata turunan ini menunjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jaln utama yang terdiri atas hukum ilahi, tempat berpijak bagi setiap muslim. Tidaklah mungkin ada jalan tanpa jalan utama tempat ia berpangkal.
Diantara berbagai macam thareqot yang ada terdapat thareqot yang bernama thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah. Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah merupakan penggabungan dari dua thareqot besar yaitu Thareqot Qodiriyah dan thareqot Naqsabandiyah. Penggabungan dua thareqot ini dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga terbentuk sebuah thareqot yang mandiri dan berbeda dengan kedua induknya.
Jadi Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah yang ada di Indonesia merupakan thareqot yang mandiri yang didalamnya terdapat unsure-unsur Qodiriyah dan Naqsabandiyah.
2.2 Amalan-amalan Ahli Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah
Di PP. Darul Ulil Albab Kelutan, Ngronggot, Nganjuk, Jawa Timur.
Amalan Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Kemursyidan di desa Kelutan, Ngronggot, Nganjuk, Jawa Timur.
2.2.1 Amalan Harian
Seorang ahli thareqot dalam setiap harinya harus senantiasa mengamalkan amaliyah-amaliyah berikut ini : Sholat-sholat sunnah, dzikir karamat dan dzikir hasanat, doa-doa dan kegiatan kemasyarakatan. Sebagai perwujudan atas kepedulianya dalam pembinaan komunikasi yang harmonis dengan Alloh dankomunikasi dengan manusia.
2.2.1.1 Melaksanakan Sholat
Di samping melaksanakan sholat fadhu lima waktu dengan disiplin dan khusyu’, seorang ahli thareqot setiap hari harus juga melaksanakan sholat-sholat sunnah. Khususnya sholat sunnah rowatib, sholat sunnah dhuha dan sholat sunnah tahajud walaupun hanya dua roka’at.
2.2.1.2 Mengamalkan dzikir
Dzikir yang harus dilakukan oleh pengamal Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah ada dua macam yaitu : Dzikir karamat (wajib) dan dzikir hasanat (sunnah).
Dzikir karamat adalah dzikir yang tatacara pengamalannya telah ditetapkan oleh guru yang telah mengajarinya.
Sedangkan dzikir hasanat adalah dzikir yang tatacaranya tidak ditetapkan atau tidak terikat oleh hitungan, tempat dan waktu tertentu.
Adapun secara garis besar dapat dikatakan bahwa seorang pengamal thareqot ini setiap selesai sholat lima waktu harus melakukan dzikir Lailaha illalloh 165 kali. Dengan tatacara sebagai berikut:
1. Membaca Istighfar 3x
2. Membaca Sholawat 3x
3. Rhobithoh mursyid (mengingat guru yang mengajar dzikir, sebagai pernyataan batin bahwa dirinya mengikuti pengajaran guru tersebut).
Melakukan dzikir 165 kali (jumlah ini bias berubah sesuai dengan jumlah jama’ah atau kesepakatan dengan mursyid). Demikian juga harus melakukan dzikir Ismu Dzat (menyebut Alloh, Alloh, Alloh) dalam hati sebanyak 5000 x dalam sehari semalam.
Amalan dzikir ismu dzat ini bias dilakukan satu kali duduk, bias juga dilakukan secara kredit setiap selesai sholat fardhu atau diwaktu-waktu lain yang memungkinkan. Kedua jenis dzikir itu di talqinkan sekaligus oleh seorang mursyid pada waktu talqin pertama kali.
Agar dzikir dapat member hasil yang optimal dalam proses pembersihan jiwa, maka seorang dzakir sebelum melaksanakan dzikir harus memperhatikan adab atau etika dzikir, yaitu :
1. Harus suci dari hadast dan najis, baik badan, pakaian maupun tempatnya
2. Menghadap kiblat, (sebagai arah yang terbaik dalam beribadah)
3. Duduk aks’ tawarru’ (kebalikan duduknya tahiyat akhir)
4. Rabithoh (mengingat rupa guru yang mengajar dzikir, sebagai pernyataan batin, bahwa dirinya makmum kepada gurunya tersebut)
Adab ini berlaku untuk pelaksanaak kedua macam dzikir tersebut, dzikir naïf istbat dan dzikir ismu dzat.
Adapun amalan dzikir hasanatnya adalah semua dzikir ma’tsurat (yang diajarkan oleh Nabi SAW) secara umum, dalam setiap kesempatan atau menembahi jumlah dzikir karamat (baik dzikir jahri maupun dzikir sirri) yang telah menjadi kwajiban harianya dalam hitungan yang sebanyak-banyaknya).
2.2.2 Amalan Mingguan
Inti kegiatan dan amalan yang dilaksanakan seminggu sekali oleh pengikut thareqot ini adalah mujahadah bersama yang biasa disebut tawajjuhan (pertemuan antara murid dan mursyid dalam sebuah kegiatan spiritual) yang berisi kegiatan sholat-sholat sunnah, istighosah, pengajian dan pembacaan rotib khotaman, serta kegiatan kemasyarakatan.
2.2.3 Amalan Bulanan
Kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali adalah mujahadah bersama yang berisi : pembcaan rotib istighosah, sholat sunnah, manaqiban, fida’an, pengajian, kegiatan kemasyarakatan.
2.2.4 Amalan Tahunan
Inti kegiatan yang dilaksanakan setahun sekali adalah kholwat (intensifikasi ibadah dan pengamalan ajaran thareqot di dalam Ribath atau pesantren) dengan niat ibadah taqarrub ilalloh atau mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
2.2.5 Adab dan Etika
Buku pegangan adab dan etika islami yang harus digunakan oleh pengikut Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah PP. Darul Ulil Albab Kelutan, kode etik seorang muslim susunan KH. DR. Khaarissudin Aqib M.Ag Al Mursyid.
2.3 Silsilah Kemursyidan Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah
Di PP. Darul Ulil Albab Kelutan, Ngronggot, Nganjuk, jwa timur, Indonesia.
Mursyid dari Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah di desa Kelutan, Ngronggot, Nganjuk adalah DR. KH Kharissudin Aqib, M.Ag. beliau resmi menjadi mursyid pada tahun 2003, yang dilantik oleh mursyid thareqot di kabupaten Demak. Berikut ini lampiran silsilah kemursyidan DR. KH Kharissudin Aqib, M.Ag. silsilahnya sebagai berikut :
1. Alloh SWT
2. Jibril As
3. Nabi Muhammad SAW
4. Abu Bakar As sidiq
5. Ali bin Abi Tholib
6. Salman Al Farisi
7. Husain ibnu Ali
8. Qosim ibnu muh Abu Bakar
9. Ali Zainal Abidin
10. Imam ja’far sodiq
11. M. Al Baqir
12. Abu Yazid Al Busthomi
13. Ja’far Al shodiq
14. Abu hasan kharqoni
15. Musa Al Khadim
16. Abu Ali Al Farmadi
17. Ali ibnu musa Al Ridho
18. Yusuf Al Hamdani
19. Ma’ruf Al Kharaqi
20. Abdul Kholiq Gudzawani
21. Sarri Al saqoti
22. Arif Riya Al Qori’
23. Abu Qosim Jainadi Al Baghdadi
24. Muhammad Anjiri
25. Abu Bakara Al Sibli
26. Ali Rami Tamimi
27. Abdul Wahid Al Tamimi
28. M. Baba Sambasi
29. Abu Al fajar Al turtusi
30. Amir Kulali
31. Abdul Hasan Ali Al kharaqi
32. Bahaudin Al Naqsabandi
33. Abu Said Mubarok Al Majzami
34. M. Alaudin Al Attari 35. Abdul Qodir Al Jailani
36. Ya’qub Jarekhi
37. Abdul Aziz
38. Ubaidillah Ahrari
39. M. Hattaq
40. M. Zahid
41. Syamsudin
42. Darwis Muhammad Baqi’billah
43. Syarifudin
44. A. Furuqi Al Shirbindi
45. Waliudin
46. Syaifudin Afif Muhammad
47. Hisyamudin
48. Nur Muhammad Badawi
49. Yahya
50. Syamsudin Habibulloh Janjani
51. Abu Bakar
52. Abdulloh Al Dahlawi
53. Abdul Rohim
54. Abu Said Al Ahmadi
55. Usman
56. Ahmad Said
57. Abduk Fattah
58. M. Jan Al Maki
59. M. Murod
60. Khoil Hilmi
61. Syamsudin
62. A. Khotib Al Syambasi
63. Abdul Karim Al Bantani
64. Ibrahim Al Brobongi
65. Abdul Rahman Menur
66. Mushlih Abdur Rahman
67. Ahmad Lutfi Al Hakim
68. Kharissudin Al Kelutani

2.4 Pokok-pokok Ajaran Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah
Sebagai suatu madhab dalam tasawuf, Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah memiliki beberapa ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam kehidupan kesufian. Ada beberapa ajaran yang diyakini paling efektif dan efisien sebagai metode untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Pada umumnya metode yang menjadi ajaran dalam thareqot ini didasarkan pada Al Qu’an, Hadist, dan Perkataan para sufi.
Ada beberapa pokok ajaran dalam Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah diantaranya tentang suluk, adab para murid dan dzikir.
2.4.1 Kesempurnaan Suluk
Ajaran yang sangat ditekankan dalm Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah adalah suatu keyakinan bahwa kesempurnaan suluk (merambah jalan kesufian dalam rangka mendekatkan diri kepada Alloh SWT), adalah jika berada dalam tiga dimensi keimanan, yaitu : Islam, Iman, dan Ikhsan. Ketiga term tersebut biasanya dikemas dalam satu jalan three in one yang sangat popular dengan istilah Syari’at, Thareqot dan Hakekat.
Syari’at adalah dimensi perundang-undangan dalam islam. Ia merupakan ketentuan yang telah ditentukan oleh Alloh SWT, melalui Rosul-Nya Muhammad SAW. Baik yang berupa peritah maupun larangan. Thareqot merupakan dimensi pelaksanaan syari’at tersebut. Sedangkan hakekat adalah dimensi penghayatan dalam pengamalan thareqot tersebut. Dengan penghayatan atas pengamalan syari’at itulah, maka seorang akan mendapatkan manisnya amian yang disebut Ma’rifat.
Para sufi mrnggambarkan hakekat suluk sebagai upaya mencari mutiara yang ada di dasar lautan yang dalam. Sehingga ketiga hal tersebut menjadi mutlak penting karena berada dalam satu system. Syari’at digambarkan sebagai kapal yang berfungsi sebagai alat transformasi untuk sampai ke tujuan. Thareqot sebagai lautan yang luas dan tempat adanya mutiara. Sedangkan hakekat adalah mutiara yang dicari-cari. Mutiara yang dicari oleh para sufi adalah ma’rifat kepada Alloh SWT. Orang tidak akan mendapatkan mutiara tanpa menggunakan kapal.
Dalam Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah diajarkan bahwa thareqot diamalkan justru dalam rangka menguatkan syari’at. Karena berthareqot dengan mengabaikan syari’at ibarat bermain diluar system, sehingga tidak akan dapat mendapatkan sesuatu kecuali kesia-siaan.
Ajaran tentang prinsip kesempurnaan suluk merupakan ajaran yang selali ditekankan oleh pendiri Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah yaitu Syeh Abdu Qodir Jaelani, hal ini dapat dimaklumi karena beliau seorang sufi sunni dan sekaligus ulama fiqih.
2.4.2 Adab Kepada Mursyid
Adab kepada mursyid merupakan ajaran yang sangat prinsip dalam thareqot. Adab atau etika dengan mursyidnya diatur sedemikian rupa sehingga menyerupai adab para sahabat terhadap Nabi Muhammad SAW. Hal ini diyakini karena muasyarah (pergaulan) antara murid dengan mursyid melestarikan sunnah yang dilakukan pada massa Nabi. Kedudukan murid merupakan peran sahabat sedang kedudukan seorang mursyid menempati peran Nabi dalam hal Irsyad (bimbingan) dan ta’lim (pengajaran).
Seorang murid harus menghomati mursyidnya lahir batin. Dia harus yakin bahwa maksudnya tidak akan tercapai melainkan ditangan mursyid, serta menjauhkan diri dari segala yang dibenci oleh mursyidnya.
2.4.3 Dzikir
Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah adalah termasuk thareqot dzikir, sehingga dzikir menjadi ciri khas yang mesti ada dalam thareqot. Dalam suatu thareqot dzikir dilakukan secara terus menerus (istiqomah), hal ini dimaksudkan sebagai suatu latihan psikologis (riyadhoh al nafs) agar seorang dapat mengingat Alloh disetiap waktu dan kesempatan. Dzikir merupakan makanan spiritual para sufi dan merupakan apresiasi cinta kepada Alloh. Sebab orang yang mencintai sesuatu tentunya ia akan banyak menyebut namanya.
Yang dimaksud dzikir dalam Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah adalah aktifitas lisan maupun hati sesuai yang telah dibaiatkan oleh mursyid. Dalam ajaran Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah terdapat dua jenis dzikir yaitu dzikir nafi isbat dan dzikir ismu dzat. Dzikir nafi isbat adalah dzikir kepada Alloh dengan menyebut kalimat “La ilaha Illalloh”. Dzikir ini merupakan inti ajaran Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah yang dilafadkan secara jahr (dengan suara keras). Sedangkan dzikir ismu dzat adalayh dzikir kepada Alloh dengan menyebut kalimat “Alloh” secara Sirri atau Khafi (dalam hati). Dzikir ini juga disebut dengan dzikir latifah dan merupakan ciri khas dalam Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah. Kedua jenis dzikir ini dibaiatkan sekaligus oleh seorang mursyid pada waktu baiat pertama kali.
Dapatlah dipahamin bahwa thareqot adalah cara atau jalan bagaimana seorang berada sedekat mungkin dengan Alloh. Di awal munculnya, thareqot hanya sebuah metode bagaimana seorang dapat mendekatkan diri kepada Alloh SWT dan masih belum terikat dengan aturan-aturan yang ketat. Tetapi pada perkembangan berikutnya thareqot mengalami perkembangan menjadi sebuah pranata kerohanian yang mempunyai elemen-elemen pokok yang mesti ada, yaitu : Mursyid, Silisilah, Baiat, Murid, dan Ajaran-ajaran.
Tujuan seorang mendalami thareqot muncul setelah ia menempuh jalan sufi (tasawuf) melalui penyucian hati (tasfiyatul qolb). Pada prakteknya tasawuf merupakan adopsi ketat dari prinsip islami dengan jalan mengerjakan seluruh perintah wajib dan sunnah agar mencapai ridho Alloh SWT.

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1. Pengenalan Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah
Menurut Harun Nasution toriqot adalah jalan yang harus ditempuh seseorang murid agar sedekat mungkin dengan Tuhan di bawah bimbingan seorang Mursyid. Tareqot mencoba member rasa aman dan kesejahteraan di kehidupan akhirat kepada para pengikutnya, setelah mereka merasa bahwa kehidupan mereka di dunia sudah mendekati akhir.Di samping itu tareqot berusaha membuka pintu surga bagi public. Tareqot adalah jalan untuk memastikan kesamaan peliang untuk masuk surge bagi semua lapisan masyarakat, baik yang alim, awam, kaya ataupun miskin.
Tareqot adalah jalan yang harus ditempuh para sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal pdari syari’at, sebab jaln utama disebut Syar sedang anak jalanan disebut Thariq. Kata turunan ini menunjukan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jaln utama yang terdiri atas hukum ilahi, tempat berpijak bagi setiap muslim. Tidaklah mungkin ada jalan tanpa jalan utama tempat ia berpangkal.
3.2 Amalan-amalan Ahli Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah
Di PP. Darul Ulil Albab Kelutan, Ngronggot, Nganjuk, Jawa Timur.
3.2.1 Amalan Harian
Seorang ahli thareqot dalam setiap harinya harus senantiasa mengamalkan amaliyah-amaliyah berikut ini : Sholat-sholat sunnah, dzikir karamat dan dzikir hasanat, doa-doa dan kegiatan kemasyarakatan.
3.2.1.1 Melaksanakan Sholat
Di samping melaksanakan sholat fadhu lima waktu dengan disiplin dan khusyu’, seorang ahli thareqot setiap hari harus juga melaksanakan sholat-sholat sunnah
3.2.1.2 Mengamalkan dzikir
Adapun secara garis besar dapat dikatakan bahwa seorang pengamal thareqot ini setiap selesai sholat lima waktu harus melakukan dzikir Lailaha illalloh 165 kali. Dengan tatacara sebagai berikut: Membaca Istighfar 3x, Membaca Sholawat 3x, Rhobithoh mursyid (mengingat guru yang mengajar dzikir, sebagai pernyataan batin bahwa dirinya mengikuti pengajaran guru tersebut).
2.2.2 Amalan Mingguan
Inti kegiatan dan amalan yang dilaksanakan seminggu sekali oleh pengikut thareqot ini adalah mujahadah bersama yang biasa disebut tawajjuhan (pertemuan antara murid dan mursyid dalam sebuah kegiatan spiritual) yang berisi kegiatan sholat-sholat sunnah, istighosah, pengajian dan pembacaan rotib khotaman, serta kegiatan kemasyarakatan.
2.2.3 Amalan Bulanan
Kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali adalah mujahadah bersama yang berisi : pembcaan rotib istighosah, sholat sunnah, manaqiban, fida’an, pengajian, kegiatan kemasyarakatan.
2.2.4 Amalan Tahunan
Inti kegiatan yang dilaksanakan setahun sekali adalah kholwat (intensifikasi ibadah dan pengamalan ajaran thareqot di dalam Ribath atau pesantren) dengan niat ibadah taqarrub ilalloh atau mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
2.2.5 Adab dan Etika
Buku pegangan adab dan etika islami yang harus digunakan oleh pengikut Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah PP. Darul Ulil Albab Kelutan, kode etik seorang muslim susunan KH. DR. Khaarissudin Aqib M.Ag Al Mursyid.
3.3 Silsilah Kemursyidan Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah
Di PP. Darul Ulil Albab Kelutan, Ngronggot, Nganjuk, jwa timur, Indonesia.
Mursyid dari Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah di desa Kelutan, Ngronggot, Nganjuk adalah DR. KH Kharissudin Aqib, M.Ag. beliau resmi menjadi mursyid pada tahun 2003, yang dilantik oleh mursyid thareqot di kabupaten Demak. Berikut ini lampiran silsilah kemursyidan DR. KH Kharissudin Aqib, M.Ag. silsilahnya sudah disebutkan di atas.
3.4 Pokok-pokok Ajaran Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah
Ada beberapa pokok ajaran dalam Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah diantaranya tentang suluk, adab para murid dan dzikir.
3.4.1 Kesempurnaan Suluk
Ajaran yang sangat ditekankan dalm Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah adalah suatu keyakinan bahwa kesempurnaan suluk (merambah jalan kesufian dalam rangka mendekatkan diri kepada Alloh SWT), adalah jika berada dalam tiga dimensi keimanan, yaitu : Islam, Iman, dan Ikhsan. Ketiga term tersebut biasanya dikemas dalam satu jalan three in one yang sangat popular dengan istilah Syari’at, Thareqot dan Hakekat.
3.4.2 Adab Kepada Mursyid
Adab kepada mursyid merupakan ajaran yang sangat prinsip dalam thareqot. Adab atau etika dengan mursyidnya diatur sedemikian rupa sehingga menyerupai adab para sahabat terhadap Nabi Muhammad SAW. Hal ini diyakini karena muasyarah (pergaulan) antara murid dengan mursyid melestarikan sunnah yang dilakukan pada massa Nabi. Kedudukan murid merupakan peran sahabat sedang kedudukan seorang mursyid menempati peran Nabi dalam hal Irsyad (bimbingan) dan ta’lim (pengajaran).
3.4.3 Dzikir
Thareqot Qodiriyah Wa Naqsabandiyah adalah termasuk thareqot dzikir, sehingga dzikir menjadi ciri khas yang mesti ada dalam thareqot. Dalam suatu thareqot dzikir dilakukan secara terus menerus (istiqomah), hal ini dimaksudkan sebagai suatu latihan psikologis (riyadhoh al nafs) agar seorang dapat mengingat Alloh disetiap waktu dan kesempatan.

DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Kharisudin, 2004. Al-Hikmah, Memahami Teosofi Tharekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah, Surabaya : PT. Bina Ilmu
Bsthul Bisri, Maftuh, 1999. Manaqib 50 Wali Agung, Lirboyo

SEJARAH, OBYEK, DAN METODE SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa yang lampau atau peristiwa penting yang benar-benar terjadi (Poerwadarminto,1992:887). Definisi ini lebih menekankan pada materi peristiwa tanpa mengkaitkan dengan aspek yang lainnya. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, sejarah adalah gambaran masa lalu tentang aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang disusun berdasarkan fakta dan interpretasi terhadap objek peristiwa masa lampau (Gazalba,1981:2).
Sejarah Islam adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam dalam berbagai aspek. Dalam kaitan ini, maka muncullah berbagai istilah yang biasanya digunakan untuk sejarah itu, di antaranya: Sejarah Islam, Sejarah Kebudayaan Islam, Sejarah Peradaban Islam dan Sejarah Pendidikan Islam (Abuddin Nata,2000:315).
Pendidikan adalah suatu proses pengubahan tingkah laku seseorang ataupun kelompok orang dalam usaha ,mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sedangkan menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam upaya mewujudkan suasana kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya dalam memperoleh nilai-nilai spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan-keterampilan yang sangat diperlukan bagi dirinya masyarakat, bangsa dan Negara.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut terdapat rumusan masalah, sebagai berikut :

1) Bagaimana sejarah pendidikan Islam ?
2) Bagaimana obyek sejarah pendidikan Islam ?
3) Bagaimana metode sejarah pendidikan Islam ?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut bertujuan untuk :

1) Mengetahui sejarah pendidikan Islam
2) Mengetahui obyek sejarah pendidikan Islam
3) Mengetahui metode sejarah pendidikan Islam

SEJARAH, OBYEK, DAN METODE
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

A. Sejararah Pendidikan Islam
Kata sejarah dalam bahasa arab disebut tarih, yang menurut bahasa berarti ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti ”keterangan yang terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada”. Kemudian yang dimaksud dengan ilmu tarih, ialah ”suatu pengetahuan yang gunanya untuk mengetahui keadaan-keadaan atau kejadian-kejadian yang telah lampau maupun yang sedang terjadi di kalangan umat”.
Dalam bahasa inggris sejarah disebut history, yang berarti ”pengalaman masa lampau dari pada umat manusia” tha past experience of mankind. Menurut Sayid Quthub ”sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa-peristiwa itu dan pengertian mengenai hubungan-hunbungan nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat”.
Dari penjelasan sejarah di atas, maka dapat dirumuskan pengertian tentang ”sejarah pendidikan Islam” sebagai berikut:
1. Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman lahirnya Islam sampai dengan masa sekarang.
2. Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, baik dari segi ide dan konsepsi maupun dari segi institusi dan operasionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad sampai sekarang. untuk dapat mengetahui dan memahami pengertian dari sejarah pendidikan Islam hendaklah kita mengetahui makna dari sejarah pendidikan Islam itu sendiri.
Dikutip dari buku sejarah peradaan Islam editor Siti Maryam, dkk. Pengertian sejarah secara etimologi berasal dari kata bahasa arab ”syajarah”, artinya ”pohon kehidupan”, makna sejarah paling sedikit memiliki dua konsep terpisah yaitu sejarah yang tersusun dari serangkaian peristiwa masa lampau, keseluruhan pengalaman manusia dan sejarah sebagai suatu cara yang dengannya fakta-fakta diseleksi, diubah-ubah, dijabarkan dan dianalisis. Sedangkan pengertian dari pendidikan Islam yaitu menurut Dr. Yusuf al-Qardhawi ”pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam dan perang dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya , manis dan pahitnya”.
Pendidikan Islam menurut DR. H. Maksum M yaitu segala proses pendidikan Islam yang bersumber dari Al-Quran, sunnah Nabi, perkataan dan perbuatan sahabat, ijtihad para ulama. Untuk membentuk kepriadian muslim yang tangguh dan mampu mengatasi masalah-masalah dikehidupannya dengan cara Islam, sehingga tercapai tujuan akhir yaitu bahagia dunia dan akhirat dengan Ridho Allah.
Dilihat dari pengertian sejarah dan pendidikan Islam diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa. Sejarah pendidikan Islam adalah sejarah atau kejadian pada masa lampau yang terjadi pada zaman Rasulullah yang muncul dan berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri, yang kemudian perkembangan selanjutnya pada masa Khulafaur Rasyidin, Bani Ummayah dan Abbasyiah sampai jatuhnya kota bagdad dan lenyapnya khalifah Islam yang terakhir di Istambul pada tahun 1924.
B. Obyek Sejarah Pendidikan Islam
Obyek kajian sejarah pendidikan islam adalah fakta-fakta pendidikan islam berupa informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam baik formal, informal dan non formal. Dengan demikian akan diproleh apa yang disebut dengan sejarah serba obyek hal ini sejalan dengan peranan agama islam sebagai agama dakwah penyeru kebaikan, pencegah kemungkaran, menuju kehidupan yang sejahtera lahir bathin secara material dan spiritual. Namun sebagai cabang dari ilmu pengetahuan, obyek sejarah pendidikan islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam obyek-obyek sejarah pendidikan, seperti mengenai sifat-sifat yang dimilikinya. Dengan kata lain, bersifat menjadi sejarah serba subyek.

C. Metode Sejarah Pendidikan Islam

Salah satu komponen penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan dalam mencapai tujuan adalah ketepatan menentukan metode, sebab tidak mungkin materi pendidikan dapat diterima dengan baik kecuali disampaikan dengan metode yang tepat. Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan, tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efesien dan efektif dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan.

Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”, kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islami, selain itu metode dapat membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman
Mengenai metode yang dipergunakan dalam rangka penggalian maupun penulisan Sejarah Pendidikan Islam itu sendiri ada beberapa macam, untuk penggalian sejarah umumnya metode yang dipakai adalah:
1. Metode lisan; dengan metode ini pelacakan suatu objek sejarah dengan menggunakan interview.
2. Metode Observasi; dalam hal ini objek sejarah diamati secara langsung.
3. Metode Dokumenter; dimana dengan metode ini berusaha mempelajarinya secara cermat dan mendalam segala catatan atau dokumen tertulis.
Sedangkan dalam rangka penulisan Sejarah Pendidikan Islam metode yang biasa digunakan adalah:
1. Metode deskriptif
Dengan metode ini ditunjukan untuk menggambarkan adanya pendidikan islam tersebut, maksudnya ajaran islam sebagai agama samawi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dalam kitab suci Al-Qur’an dan al-Hadits terutama yang berhubungan dengan pengertian pendidikan yang harus diuraikan sebagai mana adanya, dengan tujuan untuk memahami makna yang terkandung dalam sejarah tersebut.
2. Metode komparatif
Metode ini berusaha membandingkan sebuah perkembangan pendidikan islam dengan lembaga-lembaga islam lainya. Dengan metode ini dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran islam tersebut dikomparasikan dengan fakta-fakta yang terjadi dan berkembang dalam waktu serta tempat-tempat tertentu untuk mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan tertentu, sehingga demikian diketahui pula adanya garis-garis tertentu yang menghubungkan pendidikan islam dengan pendidikan yang dibandingkan.
3. Metode analisis sintesis.
Yaitu dengan melihat sosok pendidikan islam secara lebih kritis, ada analisis dan bahasan yang luas serta ada kesimpulan yang spesifik, dengan demikian akan tampak kelebihan dan kekhasan pendidikan islam. Hal itu akan lebih jelas dengan adanya pendekatan sintesis yang dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan yang diambil guna memperoleh suatu keutuhan dan kelengkapan kerangka pencapaian tujuan serta manfaat penulisan Sejarah Pendidikan Islam.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah Pendidikan Islam (Tarihut Tarbiyah Islamiyah) adalah Catatan peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam sejak lahirnya hingga sekarang ini atau Satu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam, baik dari segi gagasan atau ide-ide, konsep, lembaga maupun operasionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang ini.
Pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (insan kamil).

DAFTAR PUSTAKA


Arifin Fawzal. 2009. http//:Pengantar SPI. Blog's. com, (online). 29 September 2010.
Mudzkir Fauzi. 2009. http//:Bangkitlah Untuk Masa Depan. The Dzakir. com, (online). 29 September 2010.
Rian Hidayat El-Padary. 2009. http//:Sejarah Pendidikan Islam. Blog. com, (online).29 September 2010.
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam (cet. V). Jakarta: Bumi Aksara. 1997.

PROFIL PENDIDIKAN ISLAM DAN ULAMA' TERKENAL PADA MASA KEMUNDURAN ISLAM

PROFIL PENDIDIKAN ISLAM DAN ULAMA' TERKENAL PADA MASA KEMUNDURAN ISLAM
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sepanjang sejarahnya sejak awal dalam pemikiran islam terlihat dua pola yang saling berlomba mengembangkan diri, dan mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan pola pendidikan umat Islam. Dari pola yang bersifat tradisional, yang selalu mendasarkan diri pada wahyu, yang kemudian berkembang menjadi pola pemikiran sufistis dan mengembangkan pola pendidikan sufi. Pola pendidikan ini sangat memperhatikan aspek-aspek batiniah dan akhlak atau budi pekerti manusia. Sedangkan dari pola pemikiran yang rasional, yang mementingkan akal pikiran, menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola pendidikan bentuk kedua ini sangat memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan material.
Dalam mengetahui pemikiran-pemikairan dalam sejarah islam, makalah ini akan membahas beberapa masalah yang berhubungan dengan profil pendidikan islam. Dan pada masa kemunduran islam juga terdapat beberapa ulama' yang berperan pada masa itu. Maka dari itu dalam makalah ini juga akan menyebutkan ulama' yang terkenal pada masa itu.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apakah pengertian sejarah pendidikan islam ?
1.2.2 Apakah ruang lingkup sejarah pendidikan islam ?
1.2.3 Siapakah ulama' terkenal pada masa kemunduran islam ?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui pengertian sejarah pendidikan islam.
1.3.2 Mengetahui ruang lingkp sejarah pendidikan islam.
1.3.3 Mengetahui ulama' terkenal pada masa kemunduran islam.

PROFIL PENDIDIKAN ISLAM DAN ULAMA' TERKENAL PADA MASA KEMUNDURAN ISLAM
2.1 PENGERTIAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Kata sejarah secara etimologi dapat diungkapkan dalam bahasa Arab yaitu Tarikh, sirah atau ilmu tarikh, yang maknanya ketentuan masa atau waktu, sedang ilmu tarikh berarti ilmu yang mengandung atau yang membahas penyebutan peristiwa dan sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut. Dalam bahasa inggris sejarah dapat disebut dengan history yang berarti uraian secara tertib tentang kejadian-kejadian masa lampau (orderly descriphon of past even)
Adapun sejarah secara terminologi berarti sejumlah keadaan dan peristiwa yang terjadi di masa lampau dan benar-benar terjadi pada diri individu dan masyarakat sebagaimana benar-benar terjadi pada kenyataan-kenyataan alam dan manusia. Sedangkan pengertian yang lain sejarah juga mencakup perjalanan hidup manusia dalam mengisi perkembangan dunia dari masa ke masa karena sejarah mempunyai arti dan bernilai sehingga manusia dapat membuat sejarah sendiri dan sejarah pun membentuk manusia.
Dari pengertian sejarah dan pendidikan islam maka dapat dirumuskan pengertian tentang sejarah pendidikan islam atau tarihut Tarbiyah islamiyah dalam buku Zuhairini yaitu:
a. Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman lahirnya islam sampai dengan masa sekarang.
b. Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam, baik dari segi ide dan konsepsi maupun segi institusi dan operasionalisasi sejak zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang.
Dra. Hasbullah merumuskan bahwa sejarah pendidikan islam yaitu:
a. Catatan peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari sejak lahirnya sampai sekarang.
b. Suatu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam baik dari segi gagasan atau ide-ide, konsep, lembaga maupun opersinalisasi sejak zaman nabi Muhammad hingga saat ini.
Dari dua sumber yang merumuskan sejarah pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa kedua penjelasan memiliki maksud yang sama yaitu peristiwa atau cabang ilmu pengetahuan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari segi ide, konsep, lembaga operasionalisasi dari sejak zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang.
2.2 RUANG LINGKUP SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
2.2.1 Obyek
Obyek kajian sejarah pendidikan islam adalah fakta-fakta pendidikan islam berupa informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam baik formal, informal dan non formal. Dengan demikian akan diproleh apa yang disebut dengan sejarah serba objek hal ini sejalan dengan peranan agama islam sebagai agama dakwah penyeru kebaikan, pencegah kemungkaran, menuju kehidupan yang sejahtera lahir bathin secara material dan spiritual. Namun sebagai cabang dari ilmu pengetahuan, objek sejarah pendidikan islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam objek-objek sejarah pendidikan, seperti mengenai sifat-sifat yang dimilikinya. Dengan kata lain, bersifat menjadi sejarah serba subjek.
2.2.2 Metode
Mengenai metode sejarah pendidikan islam, walaupun terdapat hal-hal yang sifatnya khusus, berlaku kaidah-kaidah yang ada dalam penulisan sejarah. Kebiasaan dari penelitian dan penulisan sejarah meliputi suatu perpaduan khusus keterampilan intelektual. Sejarahwan harus menguasai alat-alat analisis untuk menilai kebenaran materi-materi sebenarnya, dan perpaduan untuk mengumpulkan dan menafsirkan materi-materi tersebut kedalam kisah yang penuh makna, sebagai seorang ahli, sejarahwan harus mempunyai sesuatu kerangka berpikir kritis baik dalam mengkaji materi maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya.
Untuk memahami sejarah pendidikan islam diperlukan suatu pendekatan atau metode yang bisa ditempuh adalah keterpaduan antara metode deskriptif, metode komparatif dan metode analisis sistensis.
Dengan metode deskriptif, ajaran-ajaran islam yang dibawa oleh Rosulullah saw, yang termaktub dalam Al-Qur’an dijelaskan oleh As-sunnah , khususnya yang langsung berkaitan dengan pendidikan islam dapat dilukiskan dan dijelaskan sebagaimana adanya. Pada saatnya dengan cara ini maka yang terkandung dalam ajaran islam dapat dipahami.
Metode komparatif mencoba membandingkan antara tujuan ajaran islam tentang pendidikan dan tuntunan fakta-fakta pendidikan yang hidup dan berkembang pada masa dan tempat tertentu. Dengan metode ini dapat diketahui persamaan dan perbedaan yang ada pada dua hal tersebut sehingga dapat diajukan pemecahan yang mungkin keduanya apabila terjadi kesenjangan.
Metode analisis sinsesis digunakan untuk memberikan analisis terhadap istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang diberikan ajaran islam secara kritis, sehingga menunjukkan kelebihan dan kekhasan pendidikan islam. Pada saatnya dengan metode sintesis dapat diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang akurat dan cermat dari pembahasan sejarah pendidikan islam. Metode ini dapat pula didayagunakan untuk kepentingan proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia yang islami.
Dalam penggalian dan penulisan sejarah pendidikan islam ada beberapa metode yang dapat dipakai antaranya:
a. Metode Lisan dengan metode ini pelacakan suatu obyek sejarah dengan menggunakan interview.
b. Metode Observasi dalam hal ini obyek sejarah diamati secara langsung.
c. Metode Documenter dimana dengan metode ini berusaha mempelajari secara cermat dan mendalam segala catatan atau dokumen tertulis.
2.3 ULAMA' TERKENAL PADA MASA KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM
a. Syaikh Muhammad Abdul Wahab
Dengan berlalunya pemerintahan Khalifah ar-Rasyidun berarti berlalunya pemerintahan paling salih dalam sejarah Islam dan secara serius telah merosot pula kerohanian Islam. Tidak disangsikan lagi bahwa kemajuan materi tetap terus berjalan dan batas-batas negara Islam semakin membengkak ke semua arah membawakan daerah kekuasaan baru ke dalam pangkuannya. Akan tetapi semangat yang menuntun tindakan khalifah yang salih telah hilang semangat rohani telah berubah menjadi semangat mencapai kemajuan duniawi semata. Munculnya kekuasaan Umayyah memberikan pukulan yang mematikan kepada kekuasaan salih yang demokratik sebagaimana zaman Khalifah Ar Rasyidun. Berturut-turut lahir monarki yang kejam dan kepala negara diangkat berdasarkan keturunan dengan nama khalifah Banu Umayyah. Di dalam kerajaan ini Baitul Mal berada di bawah kekuasaan penguasa mereka menggunakan dengan seenaknya saja untuk pencapaian tujuan yang keji atau untuk menunjang kebesaran serta kemewahan. Banyak Muslimin yang tewas dalam pertempuran melawan Banu Umayyah. Karenanya sampai-sampai orang shaleh yang mashur namanya dari Basrah Hasan Basri menyatakan syukur kepada Allah karena orang-orang Islam telah bebas dari “momok” penguasa seperti Yazid ibn Ziyat dan pimpinannya Hallaj bin Yusuf salah seorang tiran yang tersebar yang pernah ada. Keluarga Abbasiah menggantikan banu Umayyah. Dinasti pengganti ini memperoleh kebesaran dan kejayaan yang belum pernah ada di muka bumi. Tidak disangsikan lagi mereka itu bertanggung jawab atas kemajuan ilmu pengetahuan budaya dan kesenian yang tidak ada taranya pada abad pertengahan. Tetapi mereka banyak terpengaruh oleh kebudayaan Rusia yang menyusup dalam segala lapisan kehidupan metropolis Abbasiah di Baghdad. Pengenalan kebudayaan Rusia kepada orang-orang Arab menimbulkan banyak efek negatif termasuk pengaruh mistik platonik yang melakukan pemujaan orang-orang suci beserta makamnya. Kehidupan duniawi yang dinamis beserta pengabdian rohani seperti diajarkan dan dipraktekkan oleh Nabi Muhammad saw dengan para sahabatnya yang mulia telah digantikan dengan pesimisme dan spiritualisme negatif dari para sufi ekstreem yang menekankan segalanya untuk akhirat. Pencemaran atas semangat jiwa Islam telah mencapai tingkat paling parah di beberapa negara Islam. Segala macam kebatilan dan takhayul yang dipraktekkan kaum Hindu diikuti orang-orang Islam. Kaisar Mongol Akbar yang buta huruf yang disebut-sebut sebagai “Akbar yg Agung” oleh sejarawan non-Islam telah mengambil banyak ritual dan praktek-praktek Hindu di negaranya serta memperkenalkan agama baru “Deen-e-Elahi” dengan pengikut beberapa orang saja. Untunglah agama itu mati sendiri setelah pendirinya meninggal dunia. Arabia tempat kelahiran Islam jatuh merana ke dalam keadaan yang terabaikan sejak jatuhnya Kerajaan Abbasiah. Orang-orang Arab terpecah belah karena perselisihan dan persaingan di antara suku mengalami kemunduran baik di bidang rohani maupun di bidang material.
Di dalam suasana yang menyedihkan itu lahirlah di Nejed tahun 1703 Masehi seorang pemikir dan pembaharu Islam yang besar Syeikh Muhammad Abdul-Wahhab yang kemudian menjadi pionir gerakan Islam puritan yang bertujuan memugar kembali ajaran yang suci yang telah dicemari kebudayaan-kebudayaan kotor penuh dengan bau syirik. Gerakan Wahhabi bertujuan memurnikan Islam terlepas dari segala praktek yang tidak sehat dan penuh takhyul yang telah menyusup ke dalam Islam karena hubungannya dengan pengaruh non Islam. Abdul-Wahhab tergolong Banu Siman dari Tarnim dilahirkan 1703 Masehi di Uyaina suatu tempat yang sekarang tinggal puing-puing. la belajar di Madinah pada ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad Hayat al-Sind. Kedua orang guru ini menemukan tanda-tanda masa depan ijtihad pada anak muda ini. Kemudian anak muda ini mengadakan perjalanan untuk beberapa tahun; empat tahun di Basrah lima tahun di Baghdad setahun di Kurdistan dua tahun di Hamdan dan empat tahun di Isfahan tempat ia mempelajari filsafat tasawuf dan ishrakiya. Sekembalinya ke Uyaima ia menghabiskan waktu setahun untuk merenung dan baru setelah itu ia mengajukan doktrin-doktrinnya seperti tercantum dalam kitab al- Tauhid kepada masyarakat. Pada permulaan hampir ia tidak berhasil karena mendapatkan banyak tantangan kebanyakan dari saudaranya sendiri termasuk kakaknya Sulaiman dan sepupunya Abdullah bin Husain. Pandangannya mendapatkan perhatian di luar Uyaima sehingga ia bersama keluarganya meninggalkan tempat nenek moyangnya dan pergi ke Dariya. Kepala suku Muhammad bin Saud menerima doktrinnya dan melakukan propaganda untuknya. Dalam waktu setahun sesampainya di Dariya Abd-al-Wahhab memperoleh pengikut hampir seluruh penduduk di kota dan di sana ia membangun masjid yang sederhana dengan lantai batu kerikil tanpa alas. Pengikutnya makin lama makin bertambah. Keluarga Saud yang kehidupannya terlibat dalam peperangan dengan kepala-kepala suku lainnya selama 28 tahun. Selama kurun waktu ini lbn Saud dan putranya Abd-al-Aziz seorang jenderal yg mahir pelan-pelan tetapi pasti mencari keunggulan.
b. Syaikh hasan al banna
Ia dilahirkan di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah Mesir tahun 1906 M. Ayahnya Syaikh Ahmad al-Banna adalah seorang ulama fiqih dan hadits. Sejak masa kecilnya Hasan al Banna sudah menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan otaknya. Pada usia 12 tahun atas anugerah Allah Hasan kecil telah menghafal separuh isi Al-Qur’an. Sang ayah terus menerus memotivasi Hasan agar melengkapi hafalannya. Semenjak itu Hasan kecil mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat. Siang hari dipergunakannya untuk belajar di sekolah. Kemudian belajar membuat dan memperbaiki jam dengan orang tuanya hingga sore. Waktu sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran sekolah. Sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an ia lakukan selesai shalat Shubuh. Maka tidak mengherankan apabila Hasan al Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada usia 14 tahun Hasan al Banna telah menghafal seluruh Al-Quran. Hasan Al Banna lulus dari sekolahnya dengan predikat terbaik di sekolahnya dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun ia telah menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Darul Ulum.
Demikianlah sederet prestasi Hasan kecil. Selain prestasinya di bidang akademik Ia juga memiliki bakat leadership yang cemerlang. Semenjak masa mudanya Hasan Al-Banna selalu terpilih untuk menjadi ketua organisasi siswa di sekolahnya. Bahkan pada waktu masih berada di jenjang pendidikan i’dadiyah beliau telah mampu menyelesaikan masalah secara dewasa kisahnya begini Suatu siang usai belajar di sekolah sejumlah besar siswa berjalan melewati mushalla kampung. Hasan berada di antara mereka. Tatkala mereka berada di samping mushalla maka adzan pun berkumandang. Saat itu murid-murid segera menyerbu kolam air tempat berwudhu. Namun tiba-tiba saja datang sang imam dan mengusir murid-murid madrasah yang dianggap masih kanak-kanak itu. Rupanya ia khawatir kalau-kalau mereka menghabiskan jatah air wudhu. Sebagian besar murid-murid itu berlarian menyingkir karena bentakan sang imam sementara sebagian kecil bertahan di tempatnya. Mengalami peristiwa tersebut al Banna lalu mengambil secarik kertas dan menulis uraian kalimat yang ditutup dengan satu ayat Al Qur’an “Dan janganlah kamu mengusir orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya.”. Kertas itu dengan penuh hormat ia berikan kepada Syaikh Muhammad Sa’id imam mushalla yang menghardik kawan-kawannya. Membaca surat Hasan al Banna hati sang imam tersentuh hingga pada hari selanjutnya sikapnya berubah terhadap “rombongan anak-anak kecil” tersebut. Sementara para murid pun sepakat untuk mengisi kembali kolam tempat wudhu tiap mereka selesai shalat di mushalla. Bahkan para murid itu berinisiatif untuk mengumpulkan dana untuk membeli tikar mushalla! Pada usia 21 tahun beliau menamatkan studinya di Darul ‘Ulum dan ditunjuk menjadi guru di Isma’iliyah. Hasan Al Banna sangat prihatin dengan kelakuan Inggris yang memperbudak bangsanya. Masa itu adalah sebuah masa di mana umat Islam sedang mengalami kegoncangan hebat. Kekhalifahan Utsmaniyah sebagai pengayom umat Islam di seluruh dunia mengalami keruntuhan.
Umat Islam mengalami kebingungan. Sementara kaum penjajah mempermainkan dunia Islam dengan seenaknya. Bahkan di Turki sendiri Kemal Attaturk memberangus ajaran Islam di negaranya. Puluhan ulama Turki dijebloskan ke penjara. Demikianlah keadaan dunia Islam ketika al Banna berusia muda. Satu di antara penyebab kemunduran umat Islam adalah bahwa umat ini jahil terhadap ajaran Islam. Maka mulailah Hasan al Banna dengan dakwahnya. Dakwah mengajak manusia kepada Allah mengajak manusia untuk memberantas kejahiliyahan. Dakwah beliau dimulai dengan menggalang beberapa muridnya. Kemudian beliau berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal ini beliau lakukan teratur dua minggu sekali. Beliau dengan perkumpulan yang didirikannya “Al-Ikhwanul Muslimun” bekerja keras siang malam menulis pidato mengadakan pembinaan memimpin rapat pertemuan dll. Dakwahnya mendapat sambutan luas di kalangan umat Islam Mesir. Tercatat kaum muslimin mulai dari golongan buruh/petani usahawan ilmuwan ulama dokter mendukung dakwah beliau. Pada masa peperangan antara Arab dan Yahudi beliau memobilisasi mujahid-mujahid binaannya.
Dari seluruh Pasukan Gabungan Arab hanya ada satu kelompok yang sangat ditakuti Yahudi yaitu pasukan sukarela Ikhwan. Mujahidin sukarela itu terus merangsek maju sampai akhirnya terjadilah aib besar yang mencoreng pemerintah Mesir. Amerika Serikat sobat kental Yahudi mengancam akan mengebom Mesir jika tidak menarik mujahidin Ikhwanul Muslimin. Maka terjadilah sebuah tragedi yang membuktikan betapa pengecutnya manusia. Ribuan mujahid Mesir ditarik ke belakang kemudian dilucuti. Oleh siapa? Oleh pasukan pemerintah Mesir! Bahkan tidak itu saja para mujahidin yang ikhlas ini lalu dijebloskan ke penjara-penjara militer. Bahkan beberapa waktu setelah itu Hasan al Banna selaku pimpinan Ikhwanul Muslimin menemui syahidnya dalam sebuah peristiwa yang dirancang oleh musuh-musuh Allah. Dakwah beliau bersifat internasional. Bahkan segera setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya Hasan al Banna segera menyatakan dukungannya. Kontak dengan tokoh ulama Indonesia pun dijalin. Tercatat M. Natsir pernah berpidato didepan rapat Ikhwanul Muslimin. . Syahidnya Hasan Al-Banna tidak berarti surutnya dakwah beliau. Sudah menjadi kehendak Allah bahwa kapan pun dan di mana pun dakwah Islam tidak akan pernah berhenti meskipun musuh-musuh Islam sekuat tenaga berusaha memadamkannya. Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka dan Allah tetap menyempurnakan cahaya Nya meskipun orang-orang kafir benci. Masa-masa sepeninggal Hasan Al-Banna adl masa-masa penuh cobaan untuk umat Islam di Mesir. Banyak murid-murid beliau yang disiksa dijebloskan ke penjara bahkan dihukum mati terutama ketika Mesir di perintah oleh Jamal Abdul Naseer seorang diktator yang condong ke Sovyet. Banyak pula murid beliau yang terpaksa mengungsi ke luar negeri bahkan ke Eropa. Pengungsian bagi mereka bukanlah suatu yang disesali. Bagi mereka di mana pun adl bumi Allah di mana pun adalah lahan dakwah. Para pengamat mensinyalir dakwah Islam di Barat tidaklah terlepas dari jerih payah mereka. Demikianlah siksaan tekanan pembunuhan tidak akan memadamkan cahaya Allah. Bahkan semuanya seakan-akan menjadi penyubur dakwah itu sendiri sehingga dakwah Islam makin tersebar luas. Di antara karya penerus perjuangan beliau yang terkenal adalah Fi Dzilaalil Qur’an karya Sayyid Quthb. Sebuah kitab tafsir Al-Qur’an yang sangat berbobot di jaman kontemporer ini.
Ulama-ulama kita pun menjadikannya sebagai rujukan terjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Indonesia. Di antaranya adl Al-Qu’an dan Terjemahannya keluaran Depag RI kemudian Tafsir Al-Azhar karya seorang ulama Indonesia Buya Hamka. Mengenal sosok beliau akanlah terasa komplit apabila kita mengetahui prinsip dan keyakinan beliau. Berikut ini adalah prinsip-prinsip yang senantiasa beliau pegang teguh dalam dakwahnya Saya meyakini “Sesungguhnya segala urusan bagi Allah. Nabi Muhammad SAW junjungan kita penutup para Rasul yang diutus untuk seluruh umat manusia. Sesungguhnya hari pembalasan itu haq . Al-Qur?an itu Kitabullah. Islam itu perundang-undangan yang lengkap untuk mengatur kehidupan dunia akhirat.” Saya berjanji “Akan mengarahkan diri saya sesuai dengan Al-Qur?an dan berpegang teguh dengan sunah suci. Saya akan mempelajari Sirah Nabi dan para sahabat yang mulia.” Saya meyakini “Sesungguhnya istiqomah kemuliaan dan ilmu bagian dari sendi Islam.” Saya berjanji “Akan menjadi orang yang istiqomah yang menunaikan ibadah serta menjauhi segala kemunkaran. Menghiasi diri dengan akhlak-akhlak mulia dan meninggalkan akhlak-akhlak yang buruk. Memilih dan membiasakan diri dengan kebiasaan-kebiasaan islami semampu saya. Mengutamakan kekeluargaan dan kasih sayang dalam berhukum dan di pengadilan. Tidak akan pergi ke pengadilan kecuali jika terpaksa akan selalu mengumandangkan syiar-syiar islam dan bahasanya. Berusaha menyebarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat utk seluruh lapisan umat ini.” Saya meyakini “Seorang muslim dituntut untuk bekerja dan mencari nafkah di dalam hartanya yang diusahakan itu ada haq dan wajib dikeluarkan untuk orang yang membutuhkan dan orang yang tidak punya. Saya berjanji “Akan berusaha untuk penghidupan saya dan berhemat untuk masa depan saya. Akan menunaikan zakat harta dan menyisihkan sebagian dari usaha itu untuk kegiatan-kegiatan kebajikan. Akan menyokong semua proyek ekonomi yang islami dan bermanfaat serta mengutamakan hasil-hasil produksi dalam negeri dan negara Islam lainnya. Tidak akan melakukan transaksi riba dalam semua urusan dan tidak melibatkan diri dalam kemewahan yang diatas kemampuan saya.” Saya meyakini “Seorang muslim bertanggung jawab terhadap keluarganya diantara kewajibannya menjaga kesehatan aqidah dan akhlak mereka.” Saya berjanji “Akan bekerja un0tuk itu dengan segala upaya. Akan menyiarkan ajaran-ajaran islam pada seluruh keluarga saya dengan pelajaran-pelajaran islami. Tidak akan memasukkan anak-anak saya ke sekolah yang tidak dapat menjaga aqidah dan akhlak mereka. Akan menolak seluruh media massa buletin-buletin dan buku-buku serta tidak berhubungan dengan perkumpulan-perkumpulan yang tidak berorientasi pada ajaran Islam.” Saya meyakini “Di antara kewajiban seorang muslim menghidupkan kembali kejayaan Islam dengan membangkitkan bangsanya dan mengembalikan syariatnya panji-panji islam harus menjadi panutan umat manusia. Tugas seorang muslim mendidik masyarakat dunia menurut prinsip-prinsip Islam.” Saya berjanji “Akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan risalah ini selama hidupku dan mengorbankan segala yang saya miliki demi terlaksananya misi tersebut.” Saya meyakini “Bahwa kaum muslim adalah umat yang satu yang diikat dalam satu aqidah islam bahwa islam yang memerintahkan pemelukya untuk berbuat baik kepada seluruh manusia.” Saya berjanji “Akan mengerahkan segenap upaya untuk menguatkan ikatan persaudaraan antara kaum muslimin dan mengikis perpecahan dan sengketa di antara golongan-golongan mereka.” Saya meyakini “Sesungguhnya rahasia kemunduran umat Islam krn jauhnya mereka dari “dien” mereka dan hal yang mendasar dari perbaikan itu adalah kembali kepada pengajaran Islam dan hukum-hukumnya itu semua mungkin apabila tiap kaum muslimin bekerja untuk itu

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.1.1 PENGERTIAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Kata sejarah secara etimologi dapat diungkapkan dalam bahasa Arab yaitu Tarikh, sirah atau ilmu tarikh, yang maknanya ketentuan masa atau waktu, sedang ilmu tarikh berarti ilmu yang mengandung atau yang membahas penyebutan peristiwa dan sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut. Adapun sejarah secara terminologi berarti sejumlah keadaan dan peristiwa yang terjadi di masa lampau dan benar-benar terjadi pada diri individu dan masyarakat sebagaimana benar-benar terjadi pada kenyataan-kenyataan alam dan manusia. Buku Zuhairini yaitu: pengertian tentang sejarah pendidikan islam atau tarihut Tarbiyah islamiyah dalam Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman lahirnya islam sampai dengan masa sekarang. Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan segi institusi dan operasionalisasi sejak zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang. perkembangan pendidikan islam, baik dari segi ide dan konsepsi manapun.
3.1.2RUANG LINGKUP SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
A. Obyek
Obyek kajian sejarah pendidikan islam adalah fakta-fakta pendidikan islam berupa informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam baik formal, informal dan non formal.
B. Metode
Untuk memahami sejarah pendidikan islam diperlukan suatu pendekatan atau metode yang bisa ditempuh adalah keterpaduan antara metode deskriptif, metode komparatif dan metode analisis sistensis. Dalam penggalian dan penulisan sejarah pendidikan islam ada beberapa metode yang dapat dipakai antaranya: Metode Lisan dengan metode ini pelacakan suatu obyek sejarah dengan menggunakan interview langsung. Metode Documenter dimana dengan metode ini berusaha mempelajari secara cermat dan mendalam segala catatan atau dokumen tertulis. Metode Observasi dalam hal ini obyek sejarah diamati secara
3.1.3 ULAMA' TERKENAL PADA MASA KEMUNDURAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Syaikh Muhammad Abdul Wahab
Di dalam suasana yang menyedihkan itu lahirlah di Nejed tahun 1703 Masehi seorang pemikir dan pembaharu Islam yang besar Syeikh Muhammad Abdul-Wahhab yang kemudian menjadi pionir gerakan Islam puritan yang bertujuan memugar kembali ajaran yang suci yang telah dicemari kebudayaan-kebudayaan kotor penuh dengan bau syirik. Gerakan Wahhabi bertujuan memurnikan Islam terlepas dari segala praktek yang tidak sehat dan penuh takhyul yang telah menyusup ke dalam Islam karena hubungannya dengan pengaruh non Islam. Abdul-Wahhab tergolong Banu Siman dari Tarnim dilahirkan 1703 Masehi di Uyaina suatu tempat yang sekarang tinggal puing-puing. la belajar di Madinah pada ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad Hayat al-Sind. Kedua orang guru ini menemukan tanda-tanda masa depan ijtihad pada anak muda ini. Kemudian anak muda ini mengadakan perjalanan untuk beberapa tahun; empat tahun di Basrah lima tahun di Baghdad setahun di Kurdistan dua tahun di Hamdan dan empat tahun di Isfahan tempat ia mempelajari filsafat tasawuf dan ishrakiya.
B. Syaikh hasan al banna
Ia dilahirkan di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah Mesir tahun 1906 M. Ayahnya Syaikh Ahmad al-Banna adalah seorang ulama fiqih dan hadits. Sejak masa kecilnya Hasan al Banna sudah menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan otaknya. Pada usia 12 tahun atas anugerah Allah Hasan kecil telah menghafal separuh isi Al-Qur’an. Sang ayah terus menerus memotivasi Hasan agar melengkapi hafalannya. Semenjak itu Hasan kecil mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat. Siang hari dipergunakannya untuk belajar di sekolah. Kemudian belajar membuat dan memperbaiki jam dengan orang tuanya hingga sore. Waktu sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran sekolah. Sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an ia lakukan selesai shalat Shubuh. Maka tidak mengherankan apabila Hasan al Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada usia 14 tahun Hasan al Banna telah menghafal seluruh Al-Quran. Hasan Al Banna lulus dari sekolahnya dengan predikat terbaik di sekolahnya dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun ia telah menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Darul Ulum.


DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, mudzakir. 2009. Sejarah Pendidikan Islam. online. http://sejarahpendidikan islam.wen.su. Jombang. 08-11-2010
Zuhairini, dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara

POLITIK ISLAM DI INDANESIA

POLITIK ISLAM DI INDANESIA
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
sedikitnya ada dua cara memandang islam dam politik di Indonesia pada masa lampau dan mungkin hingga menjelang reformasi. Pertama, islam merupakan format dan tujuan yang digunakan untuk melakukan pengaturan kehidupan bangsa dan negara secara formal, legalistik, dan menyeluruh. Ini yang mungkin kemudian disebut islam politik. Kedua, islam merupakan salah satu komponen yang membentuk, melandasi, dan mengarahkan bangsa dan negara. Inilah yang kemudian populer disebut islam kultural.
Kedua cara pandang tersebut sama-sama mengalami kesulitan untuk menempatkan peran islam di dalam kehidupan politik riil di Indonesia. Persoalannya ialah mampukah umat islam Indonesia menyesuaikan dengan kecenderungan kebudayaan politik yang berkembang ? pertama-tama ia harus mengubah cara mengorganisasi umat islam yag tidak lagi mendasarkan diri pada kesamaan agama, tetapi dengan bentuk-bentuk profesional. Dengan demikian, agama menjadi milik pribadi-pribadi yang tidak diartikulasikan secara formal. Kemudian setelah itu, umat islam harus melakukan upaya-upaya sadar untuk berdampingan secara koeksistensif dengan kekuatan-kekuatan yang lain di indonesia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
dalam pembahasan makalah ini meliputi beberapa masalah yang perlu di bahas, antara lain :
1.2.1 bagaimana bentuk teoritik kontemporer dari konsepsi islam ?
1.2.2 bagaimana pertumbuhan, perkembangan, dan pasang surut politik islam di Indonesia ?
1.2.3 bagaimana rumusan format politik islam atau islam politik baru di Indonesia ?
1.3 TUJUAN
bedasarkan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini bertujuan sebagai berikut :
1.3.1 menngetahui bentuk teoritik kontemporer dari konsepsi politik islam
1.3.2 menelusuri pertumbuhan, perkembangan, dan pasang surut politik islam di indanesia
1.3.3 mengetahui rumusan format politik islam atau politik baru di Indonesia.




POLITIK ISLAM DI INDONESIA
2.1 Bentuk Teoritik Kontemporer Dari Konsepsi Islam
Islam akan bisa menjadi salah satu dari kekuatan politik yang sangat berarti bagi dunia menjelang tahun 2000. Kalimat itu merupakan pernyataan W. Montgomeri Watt, pengamat islam bangsa Amerika yang bernada optimistik. Salah satu alasannya, menurut Watt adalah tradisi islam yang tidak memisahkan antara politik dan agama.
Konseptualisasi islam kontemporer, setidaknya dapat dikelompokkan pada dua bentuk kemegaraan islam. Pertama, konseptulisasi yang diwakili oleh Al-Maududi yang bercorak ideologis dan formalistik. Kedua, kekuatan konseptualisasi Ali Abdul Raziq yang dengan interpretasinya terhadap realitas historis mengubah corak formalistik islam menjadi berwajah kultural dan komplementer.
2.1.1 Pemikiran Maududi
Menurut konseptualisasi Maududi, kebutuhan dan pembenaran untuk suatu negara islam timbul dari pemahaman akan tatanan universal. Karena itu negara islam adalah bagian dari teologi terpadu, luas, yang prinsip pokoknya adalah kedaulatan tuhan.
Untuk itu maududi merumuskan negara islam dengan menggunakan dua cara. Pertama, melalui pembahasan prinsip-prinsip dasar negara islam. Kedua, melalui pertimbangan lembaga-lembaga dan sifat –sifat khususnya.
Bagi Maududi, sasaran negara bukan semata-mata mencegah tirani, menghentikan berbagai macam kejahatan, tetapi juga mendorong setiap jenis kebajikan. Guna mencapai tujuan ini diperlukan kekuatan politik, dan negara dibenarkan menggunakan seluruh sarana. Suatu negara betujuan seperti itu tidak dibolehkan mengabaikan kehidupan rakyatnya, walaupun beralasan ini diluar wewenangnya. Pendekatannya, haruslah menyeluruh dan universal. Pendeknya negara harus totaliter. Menolak kekuatan ini, dengan membiarkan adanya bidang diluar kekuasaan negara, akan sama artinya dengan menyangkal kedaulatan tuhan. Maududi memang mengakui bahwa konsepsi negara islam adalah totaliter. Hanya totalitarianisme yang dikenalkan itu tidak menindas kebebassan individu dam kemerdekaan manusia tetapi justru melindunginya.
Satu hal pokok dari negara islam, menurut Maududi adalah wujudnya sebagai negara ideologi. Faktor pengikat dikalangan warga negara adalah ideologi yang dianut bersama. Ideologi ini bertujuan memperbaiki masyarakat manusia dan negara adalah alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Dua akibat pokok dari negara islam sebagai negara ideologi ialah, pertama, negara hatus di awasi dan di kendalikan oleh seorang muslim. Kedua, soal konsep kewarganegaraan. Ada dua jenis kewarganegaraan: satu jenis untuk kaum muslimin yang berdomisili di wilayah negara, dan jenis lain untuk mereka yang obukan muslim yang menyetujui dan patuh kepada negara islam tem,pat mereka bermukim. Pada kaum muslimin terletak tanggung jawab sepenuhnya atas berjalannya roda negara. Merekalah yang menerima kewajiban-kewajiban yang di tetapkan islam, termasuk kewajiban membela negara, dan sebaliknya mereka berhak menjadi anggota parlemen, memberikan suara dalam pemilihan kepada negara, dan di angkat pada kedudukan-kedudukan penting.

Warga negara bukan Muslim dijamin memperoleh perlindungan hidup, badan, milik dan keyakinan serta kehormatan. Yang tidak dijamin kepada mereka adalah hak penuh untuk mengemukakan pernyataan politik atau persamaan dengan sesama warga negara muslim. Negara akan memberlakukan pada mereka undang-undang negara secara umum, sementara membiarkan mereka menggunakan hukum perorangan mereka guna mengatur urusan mereka sendiri. Ada sejumlah jaminan dan perlindungan lain yang juga diberikan kepada mereka, yaitu terpenuhinya kebutuhan pokok hidup kepada semua warga negara tanpa kecuali.
Konsep itu lahir ditengah suasana proses pembentukan negara-negara nasional pada awal abad ke-20, ketika lembaga khalifah yang berpusat di turki telah merosot otoritasnya setelah perang dunia I. dan semua gagasannya di pengaruhi oleh satu cita-cita kaum sekular dari kelompok muda turki yang pernah dididik barat. Ide-ide politik Maududi itu sesungguhnya hendak menyadarkan kaum intelektual muslim dan membangkitkan di dalam diri mereka tentang suatu fakta bahwa islam mempunyai aturan hidup sendiri, kebudayaan sendiri, sistem politik sendiri, ekonomi, filsafat, dan sistem pendidikan yang lebih tinggi dari pada segala sesuatu yang ditawarkan oleh peradaban barat.
Tentu Maududi amat beruntung bahwa ide-idenya dapat direlisasikan, minimal di tingkat konstitusi pada suatu negara baru hasil pemisahannya dari anak benua India. Pengakuan 1949 Majlis Konstitusi pakistan menyetujui “revolusi obyektif” yang berisi tentang ide-ide Maududi, tidak jauh dari yang dikemukakan di atas. Persoalannya memang tidak berhenti di tingkat konstitusi saja, karena berbagai tantangan muncul. Komisi “Munir” yang terkenal itu, misalnya merupakan protes paling keras terhadap ide-ide Maududi. Bahkan presiden Iskandar Mirza, pada 7 oktober 1958 memutuskan untuk membatalkan konstitusi negara islam yang banyak menolak ide-ide Maududi tersebut. Bahkan pada masa Ayub Khan,diberlakukan undang-andang darurat perang dan melarang partai politik,termasuk partai Maududi Jamaat-i-Islami.Pakistan hingga wafatnya Zia Ui Hak (1988) masih tetap mencari identitas diri yang tak kunjung selesai dan kadang-kadang diwarnai kekerasan-kekerasan yang memakan korban.
Maududi dan kemudian negara Islam Pakistan adldh sebuah model pemikiran dan institusi politik yang diupayakan mempunyai watak keislaman yang kaffah, holistik dan menyeluruh.
2.1.2 Pemikiran Raziq
Dalam definisi umum modernisasi politik terkandung tiga Tema besar, yaitu :
a. penekanan pada diferensiasi dan speliasisasi lembaga-lembaga dan struktur politik.
b. Penekanan atas persamaan, kekuasaan, gagasan bahwa perkembangan politik melibatkan partisipasi masa dalam masalah-masalah politik.
c. Penekanan pada perluasan kapasitas dari suatu sistem politik untuk mengarahkan perubahan sosial dan ekonomi.

Ketiga tema tersebut bergabung keras dinegara-negara muslim yang sedang mencari identitasnya. Dilema pun muncul disekitar tema-tema itu. Jika diferensiasi membuat pemisahan lembaga-lembaga politik dari struktur agama, maka diktum bahwa islam tidak dapat dipisahkan dari agama yang telah pupus. Jika agama dan lembaga-lembaganya (ulama’, pemimpin agama) menjadi alat untuk membawa masa pada proses politik maka keabsahan proses politik masal itu pun dipertanyakan. Tetapi satu hal yang tidak dapat di pungkiri adalah bahwa nilai-nilai agama dapat digunakan untuk membuat politik lebih berarti. Nilai-nilai keagamaan juga memberikan pengaruh penting pada kultur politik dan mempengaruhi kecenderungan individu maupun masyarakat kearah pola-pola tertentu kehidupan politik. Karena itu dalam negara-negara baru agama sedang mengalami proses penafsiran kembali. Penafsiran itu berkisar pada upaya perumusan sistem politik yang tetap mempunyai etika politik dan budaya politik yang kurang lebih islami, namun tidak muncul secara formal; memenuhi pluralisme.
Penafsiran kembali konsepsi islam tentang politik dan kenegaraan muncul, misalnya di Mesir dengan tokoh Ali Abdul Raziq. Melalui buku Al-Islam wa Ushul Al-Hakam, konsepsi Raziq kemudian menjadi model alternatif bagi pemikiran politik islam kontemporer. Secara garis besar pemikiran Raziq bertolak dari definisinya tentang Khalifah. Bagi Raziq, khalifah tidak wajib didirikan, baik menurut akal maupun menurut syara’. Yang wajib bagi umat adalah menegakkan hukum syara’. Jika umat sudah berjalan di atas keadilan dan hukum-hukum Allah telah dilaksanakan, maka tidak perlu ada imam atau khalifah. Baik al-qur’an maupun sunah tidak pernah menyebutkan term khalifah dalam pengertian kepemimpinan negara.
Kedua, bahwa risalah (kerosulan Muhammad SAW) itu bukanlah kerajaan. Risalah adalah suatu status kultural, dan kerajaan adalah status struktural. Bayak raja yang bukan rosul,sebagaimana kebanyakan rosul adalah bukan raja. Penafsiran raziq tentang risalah nabi hanya mengandung nilai yang menyerupai pemerintahan politik. Roziq yakin bahwa nabi muhammad hanyalah seorang rosul dan menyampaikan seruan agama, tidak pernah mendirikan negara dalam pengertian yang selama ini berlaku dalam ilmu politik.
Dari interpretasinya terhadap dua hal tersebut, roziq membuat kesimpulan akhir yang sangat luwes. Kholifah tidak ada kaitannya dengan agama. Agama tidak menganalnya, tidak mengingkari, tidak memerintahkan, dan tidak melarangnya. Semua di kembalikan kepada akal pengalaman manusia dan pendapat orang.
Dalam term mutakhir, solusi roziq itu merupakan “de-ideologi” dan “de-politisasi” islam dan bersamaan dengan itu terjadi perluasan wawasan keislaman. Politik hanya merupakan salah satu komponem, dan bukan determinan, di dalam proses sejarah kehidupan umat islam.
Pada periode ini, proses de-ideologisasi islam (meminjam kuntowijoyo), justru mengantarkan islam pada periode ilmu. Politik bisa jatuh bangun, tetapi ide tidak terpengaruh perkembangan politik. Pada periode ini, islam lebih terbuka, dan di harapkan bisa lebih terasa “rohmatan lil ‘alamiin”, bukan hanya sekedar ideologi yang hanya di nikmati umat islam.
Pada realitas empiris, perkembangan politik islam di indonesia dapat di bicarakan melalui dua manifestasinya yang nyata ; sebagai ideologi dan sebagai perilaku-perilaku kultural (yang pengaruh dan kekuatannya tetap mempunyai muatan politik). Dua bentuk manifestasi politik islam ini banyak di pengaruhi oleh nilai-nilai eksternal dan pemahaman terhadap sesuatu yang kadang-kadang pragmatis (seperti ekonomi). Perubahan manifestasi politik dari satu bentuk ke bentuk yang lain mungkin saja dapat di konseptualisasikan sebagai, misalnya, proses sekularisasi politik indonesia atau merosotnya peran ideologi islam. Tetapi dengan mencoba mencari pemahaman baru terhadap realitas politik islam di indonesia, konseptualisasi sekularisasi politik sebagaimana di kemukakan Donald E Smith di tinjau kembali.
Smith, mengambil islam sebagai contoh kasus dan membuat suatu skema dengan menunjukkan perkembangan islam bermula dari corak tradisional ke islam modern, islam sosialis, sosialisme, dan akhirnya ke pragmatisme humanisme sekular, sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern.
Yang terjadi sesungguhnya di dalam negara-negara baru adalah bukan sekularisasi politik hingga menjadi benar-benar pragmatis sekular, tetapi menciutnya pengaruh politik pemimpin agama setelah beberapa waktu elite agama ini sangat berpengaruh dalam proses politik. Dengan demikian, berkurangnya pengaruh ini berarti sistem politik di indonesia tidak ada penguasa yang terang-terangan anti islam atau terang-terangan sekular.
Dengan memahami perkembangan politik di indanesia seperti itu, maka tidak akan terjadi upaya memitologikan “partai politik islam” atau bahkan “negara islam”, dan pemahaman arti politik menjadi lebih luas, misalnya tidak sekedar partai politik. Dan romantisme seperti itudapat di tekan untuk kemudian mencoba mengembangkan politik baru yang lebih bermakna.

2.1.3 Periode Awal
Periode awal, islam di indonesia menjelmakan sebagai kekuatan rakyat yang teguh melalui keikutsertaan umat islam dalam serikat dagang islam dan kemudian di serikat islam. SI di anggap sebagai penjelmaan islam di dalam organisasi modern pertama, tetapi di dalamnya tidak ada watak ideologis, bahkan yang terlihat adalah watak kultural tahap awal. Di satu pihak, SI mengembangkan rasionalisasi terhadap ajaran-ajaran islam, di pihak lain SI menampakkan sebagai mitos. SI menjadi tumpuan masyarakat sebagai ratu adil yang merupakan cita-cita pemberontakan akibat penjajahan dan kemiskinan dalam masa itu. Umat waktu itu menginginkan lahirnya satu kerajaan utopis, tetapi mereka tidak tahu bagaimana menuju kesana dan tidak tahu persis apa yang harus mereka lakukan.
Watak kultural ini sama sekali belum mempunyai muatan ideologis, meski kecerdasan akan kesatuan sebagai bangsa telah muncul. Wawasan kebangsaan yang dimiliki SI sejak dini perjuangan meruopakan benang merah yang senantiasa ada dalam perjuangan organisasi masyarakat dan pertai politik yang muncul dengan bendera islam hingga kini.
Pada kenyataanya, muatan wawasan kebangsaan memang lebih dahulu muncul daripada aspirasi ideologis islam. Kehadiran organisasi islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlotul Ulama’ dan lain-lain pada mulanya merupakan gerakan kultural. Politik masih mempunyai arti yang luas sebagai upaya bersama untuk mencerdaskan umat, membangun kesejahteraan mereka, dan mengupayakan pemasyarakatan ajaran-ajaran islam, dan karena itu keterlibatan mereka dalam suatu kerangka kebangsaan semata-mata ingin menghilangkan penjajahan.
Pemikiran ideologis islam baru muncul kemudian setelah berbagai komponen bangsa ini mendirikan organisasi-organisasi politik di sekitar tahun 1930-an. Munculnya MIAI, GAPI, dan lain-lain dalam Majelis Rakyat Indonesia (MRI) misalnya, telah memunculkan ide-ide masa depan Indonesia, yaitu tuntutan Indonesia berparlemen. Pemikiran ideologis itu misalnya muncul dalam bentuk yang sangat sederhana. Seorang juru bicara MIAI, Wiondoamiseno, mendukung Indonesia berparlemen dengan catatan bahwa parlemen itu harus berlandaskan islam tanpa menjelaskan apa maksudnya, apalagi mekanismenya. Menurut Deliar Noer, pernyataan itu hanya mencerminkan keccurigaan, khawatir kalau-kalau pemikiran dan cita-cita kalangan masing-masing akan diabaikan oleh kelompok lain.
Artikulasi pemikiran ideologis ini muncul lebih sistematik ketika GAPI menyusun suatu memorandun mengenai konstitusi Indonesia masa depan, MIAI mengatakan bahwa ia mendukung rencana GAPI dengan mengharapkan agar kepala negara Indonesia adalah beragama islam, suatu dua pertiga anggota kabinet terdiri dari orang-orang islam, suatu departemen agama haruslah didirikan, sedangkan bendera merah putih harus disertai lambang bulan sabit dan bintang. Meskipun maasih terkesan fulgar, formal, dan dangkal, tetapi pemikiran perkembangan ideologis islam telah muncul dan perkembangan itu akan menentukan corak politik islam selanjutnya.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, perdebatan dalan Badan Penyelidik melibatkan pemimpin islam pada perdebatan sengit tentang konstitusi negara. Kompromi yang membawa kepada kemenangan islam hampir saja diraih bila saja tidak ada upaya-upaya Lobbying yang dilakukan Moh. Hatta dengan pemimpin islam untuk merelakan penghapusan tujuh kata mukaddimah UUD ’45. Penghapusan tujuh kata yang penting dan diperdebatkan secara mendalam itu hanya dihadapi dengan kepentingan keutuhan nasional. Dan dari sana dapat diyakini bahwa corak ideologis islam di Indonesia lain sama sekali, dengan konsepsi ideologi islam menurut Maududi, misalnya. Sejak semula, muatan nasionalisme yang diberi warna plurarisme menjadikan islam tampil secara Low Profile dalam bentuknya yang paling keras sekalipun.
Pada perkembangan berikutnya, kekuatan ideologis islam menempatkan posisinya pada kedudukan partai politik islam yang ternyata tidak membawa perubahan kualitatif apapun dalam perkembangan Indonesia modern. Kehadiran partai politik islam di masa setelah kemerdekaan selalu di tandai dengan beragamnya aspirasi politik dari partai-partai islam, sehingga pada gilirannya partai politik islam itu berjalan sendiri-diri. Karena itu sesungguhnya tidak dapat dilakukan penjumlahan dari perolehan suara dalam pemilihan umum sebagai kekuatan islam. Itulah yang terjadi pada pemilu 1955, juga setelah Orde Baru 1971.
PPP yang merupakan bentukan pemerintah orde baru untuk fungsinya berbagai partai politik islam yang praktis telah mengalami penciutan peran, mungkin pernah menikmati persatuan komulatif dari segi ide dan kebijakan politik pada tahun 1977, ketika PPP dianggap sebagai kekuatan oposisi yang potensial bagi pemerintah Soeharto. Tetapi sejarah politik islam mencatat, bahwa lagi-lagi perubahan kualitatif tidak pernah dicapai. Bahkan dengan adanya partai-partai politik islam itu menempatkan umat islam dalam posisi oposan dan menjadi kekuatan minoritas dalam mayoritas. Keluarnya NU dari PPP merupakan ide cemerlang untuk keluar dari lingkaran setan dan mencoba mengalihkan persepsi politik islam sebagai tidak sekedar partai politik. Upaya NU memperoleh momentum dengan ditetapkannya UU Orpol/Ormas baru yang mengharuskan setiap partai politik dan organisasi kemasyarakatan menggunakan asas tunggal pancasila.
Pasang surut partai politik islam dapat dibaca dalam kerangka yang digunakan Hudson sebagai pasang surut pengaruh politik pemimpin agama. Tetapi sebagaimana dikemuikakan Burhan D Magenda, ada perubahan format politik yang dibawakan oleh pemimpin agama yang justru menunjukkan perkembanan yang tidak terduga sebelumnya.
2.3 Format Baru
Inklusifnya peran ulama’ dalam berbagai kekuatan politik dan peran kemasyarakatan merupakan fenomena baru setelah era partai islam memudar. Dan pemikiran selanjutnya di arahkan pada pertanyaan : bagaimana membentuk format baru politik islam di Indonesia.
Ada dua hal yang mempengaruhi pemikiran islam di Indonesia untuk mencari format baru politik islam. Pertama, rekayasa terahadap seluruh kekuatan komponen bangsa untuk membangun politik integrasif berwawasan kebangsaan. Rekayasa ini merupakan konsekuensi historis dari berbagai perkembangan yang ada di dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dalam kerangka Robert L Hellbroner, upaya rekayasa politik yang dilakukan rezim orde baru ini merupakan ikhtiar pembangunan nasional yang harus di dahulukan sebelum pembangunan ekonomi. Kedua, adanya perubahan wawasan keagamaan dari umat islam sendiri, terutama dalam hubungannya dengan konsepsi kenegaraan dan kebangsaan. Bagi umat islam, kehidupan bernegara adalah kesepakatan bersama untuk hidup berdampingan, setara dan damai dengan kelompok-kelompok dan golongan-golongan di luar islam. Kesepakatan itu misalnya dirumuskan dengan pernyataan bahwa negara Indonesia adalah bentuk final dari upaya perjuangan umat islam di Indonesia.
Format baru yang dikembangkan umat islam, terutama oleh pemimpin agama terlihat tampil secara damai dan tanpa pretensi mengangkat islam sebagai ideologi. Dalam sebuah artikel pendek, Burhan Magenda mendeskripsikan perubahan profil ulama’ dalam pergaulan politik di Indonesia. Kalau disepakati (menurut kerangka Hudson), bahwa yang terjadi sekarang ini adalah penyusutan politik ulama’ berkenaan dengan asas tunggal, dan lalu tidak adanya partai politik islam, maka peluang justru terbuka juka tujuan diarahkan pada tujuan-tujuan baru dengan memandang bahwa ulama’ adalah sebagian dari pejuang-pejuangnya. Karena itu persoalannya kurang lebih berbunyi : “Bagaimana memanfatkan peluang yang ada sekarang”. Karena sejauh ini partai politik islam sejak awal di Indonesia ditandai oleh kecurigaan yang tidah mudah diretas antara ulama’ dan kekuasaan. Terbukti pula bahwa kecurigaan itu tidak meghasilkan perbaikan kualitatif antara kedua belah pihak. Bahkan diantara sesama umat islam terjadi kecurigaan yang tidak kunjung berakhir, bahwa mereka memandang sesama ulama’ yang ada di partai (islam) lain sebagai orang lain. Dan kesenjangan itu terdapat antara umat islam simpatisan partai dan mereka yang tidak, antara lain karena berada di jajaran birokrasi pemerintah. Keadaan demikian tentu sangat merugikan islam.
Karena itu Magenda, partai politik islam tidak diperlukan lagi. Dengan demikian diharapkan tidak ada hambatan psikologis untuk menyebarkan diri secara inklusif dalam aneka wadah politik, bahkan tidak terbatas pada wadah politik yang ada, tetapi juga jalur-jalur lain yang ada di dalam sistem politik di Indonesia, baik dalam suprastruktur maupun infrastruktur.
Perubahan suasana kondusif bagi perkembangan politik islam itu, tidak berhenti disitu. Ada persyaratan yang harus dipenuhi sebagai upaya menentukan format baru politik islam di Indonesia.
Pertama, perumusan terhadap corak kebangsaan di Indonesia. Tuntutan perluasan wawasan kebangsaan itu mengandung konsekuensi perumusan ulang terhadap tujuan-tujuan politik islam. Dalam hal ini secara simplistik terhadap rumusan yang dijadikan rumusan baku tujuan islam di Indonesia, yaitu : “cita-cita islam adalah inheren dengan cita-cita Indonesia.” Corak kebangsaan itu juga menuntut perubahan sikap dan perilakupolitik terbebas dari sektarianisme, menerima pluralisme dan karena itu menghilangkan kecurigaan yang berdasarkan sentimen-sentimen keagamaan, ras, kesukuan.
Kedua, perlunya lapisan profesional dalam segala lapangan kehidupan, yang ini merupakan tanggung jawab organisasi-organisasi islam untuk memberi arah, memberi peluang bagi lapisan elit itu. Bila boleh dikatakan bahwa kelelahan umat islam masa lalu banyak di tentukan oleh tersedianya lapisan profesional yang tidak dapat diisi atau tidak dapat dipenuhi.
Kedua persyaratan itu minimal perlu dipertimbangkan sebelum diproklamasikan “islam tanpa partai politik”. Dan itulah tawaran tertinggi umat islam Indonesia, kecuali bila umat islam mempunyai tawaran alternatif lain yang lebih inheren dengan cita-cita islam dan sekaligus dengan cita-cita Indonesia.

PENUTUP
POLITIK ISLAM DI INDONESIA
3.1 KESIMPULAN
3.1.1 Bentuk Teoritik Kontemporer Dari Konsepsi Islam
Konseptualisasi islam kontemporer, setidaknya dapat dikelompokkan pada dua bentuk kemegaraan islam. Pertama, konseptulisasi yang diwakili oleh Al-Maududi yang bercorak ideologis dan formalistik. Kedua, kekuatan konseptualisasi Ali Abdul Raziq yang dengan interpretasinya terhadap realitas historis mengubah corak formalistik islam menjadi berwajah kultural dan komplementer.
a. Pemikiran Maududi
Menurut konseptualisasi Maududi, kebutuhan dan pembenaran untuk suatu negara islam timbul dari pemahaman akan tatanan universal. Karena itu negara islam adalah bagian dari teologi terpadu, luas, yang prinsip pokoknya adalah kedaulatan tuhan.
b. Pemikiran Raziq
Dalam definisi umum modernisasi politik terkandung tiga Tema besar, yaitu :
1. penekanan pada diferensiasi dan speliasisasi lembaga-lembaga dan struktur politik.
2. Penekanan atas persamaan, kekuasaan, gagasan bahwa perkembangan politik melibatkan partisipasi masa dalam masalah-masalah politik.
3. Penekanan pada perluasan kapasitas dari suatu sistem politik untuk mengarahkan perubahan sosial dan ekonomi.

c. Periode Awal
Periode awal, islam di indonesia menjelmakan sebagai kekuatan rakyat yang teguh melalui keikutsertaan umat islam dalam serikat dagang islam dan kemudian di serikat islam. SI di anggap sebagai penjelmaan islam di dalam organisasi modern pertama, tetapi di dalamnya tidak ada watak ideologis, bahkan yang terlihat adalah watak kultural tahap awal. Di satu pihak, SI mengembangkan rasionalisasi terhadap ajaran-ajaran islam, di pihak lain SI menampakkan sebagai mitos. SI menjadi tumpuan masyarakat sebagai ratu adil yang merupakan cita-cita pemberontakan akibat penjajahan dan kemiskinan dalam masa itu. Umat waktu itu menginginkan lahirnya satu kerajaan utopis, tetapi mereka tidak tahu bagaimana menuju kesana dan tidak tahu persis apa yang harus mereka lakukan.
d. Format Baru
Inklusifnya peran ulama’ dalam berbagai kekuatan politik dan peran kemasyarakatan merupakan fenomena baru setelah era partai islam memudar. Dan pemikiran selanjutnya di arahkan pada pertanyaan : bagaimana membentuk format baru politik islam di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Mujani, Saiful. 2007. Politik umum. Surabaya
Tahqiq, Nanang. 2004. Politik islam. Prenada media group