PERATURAN PERUNDANGAN
DI BIDANG PENDIDIKAN
Resume Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah ”Etika dan Politik Pendidikan”
Dosen Pembimbing :
H. SUKARNO L. HASYIM, SH. MM.
Disusun Oleh :
ALEX SYAIFUDIN
SEMESTER IV-B
PRODI S-I
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ’ULA
( S T A I M )
NGLAWAK – KERTOSONO – NGANJUK
MARET, 2011
PERATURAN PERUNDANGAN
DI BIDANG PENDIDIKAN
1.1 UUD 1945 Tentang Pendidikan dan Kebudayaan
Pasal 31
(1) Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
(4) Negara memperioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memejukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
1.2 UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 1
(2) Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
(5) Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Pasal 6
(1) Setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2) Setiap warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
Pasal 13
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan system terbuka melalui tatap muka dan atau melalui jarak jauh.
Pasal 15
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.
Pasal 20
(1) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institute, atau universtasi.
(2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat menyelanggarakan prog ram akademik, profesi, dan atau vokasi.
(4) Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas public.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
(2) Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah non-departemen.
(3) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan non formal.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemarintah.
Pasal 36
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diserfikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan :
a. Peningkatan iman dan takwaa.
b. Peningkatan akhlak mulia.
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik.
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan.
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
f. Tuntutan dunia kerja.
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni.
h. Agama.
i. Dinamika perkembangan global.
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 39
(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Pasal 45
(1) Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2) Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
1.3 UU No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik disenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselanggarakan Pemerintah atau Pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerjanatau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten atau kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jmlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan :
a. Menetapkan dan menegakkan kode etik guru.
b. Memberikan bantuan hukum kepada guru.
c. Memberikan perlindungan profesi guru.
d. Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
e. Mewujudkan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pasca sarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum :
a. Lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana.
b. Lulusan program doctor untuk program pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.
Pasal 48
(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen tetap terdidri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan oleh oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4) Peraturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2003. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang SISDIKNAS. Jakarta : DITJEN KELEMBAGAAN AGAMA ISLAM DEPAG
UUD 1945. 2009. Surabaya : KARYA ILMU
Undang-Undang Guru dan Dosen. 2007. Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih Atas Partisipasinya